Tak Boleh Ada Penambangan di Kawasan Karst
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan melindungi kawasan karst yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan melindungi kawasan karst yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulonprogo. Kawasan karst ini tidak diperbolehkan dilakukan penambangan demi kepentingan habitat alami.
Kawasan karst tersebut antaralain di kawasan Gunung Sewu yakni Kecamatan Giri Sobo, Paliyan, dan Saptosari-Purwosari, Kabupaten Gunungkidul. Kecamatan Dlingo dan Imogiri di Kabupaten Bantul, serta Kecamatan Girimulyo di Kabupaten Kulonprogo.
“Enam kawasan karst tersebut tidak boleh dialihfungsikan, harus dipertahankan dan dilindungi. Kawasan-kawasan tersebut dilindungi sebagai habitat alami, tidak boleh ditambang,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY, Joko Wuryantoro saat hadir dalam pembahasan Raperda Panitia Khusus (pansus) tentang Perlindungan Habitat Alami di DPRD DIY, Rabu (15/4/2015).
Ia menjelaskan, melalui aturan ini nantinya kawasan karst juga akan dilakukan pelestarian. Sehingga siapapun termasuk pemilik lahan di kawasan karst tidak diperbolehkan melakukan alih fungsi menjadi tambang.
“Selain itu, bagi pemilik yang ingin menjual lahannya, harus mendapat persetujuan dari Gubernur DIY," tandas Joko.
Maka, solusi yang ditawarkan adalah memberikan insentif pada pemilik lahan dengan cara mengganti lahan di lokasi lain. Selain itu, juga dengan cara pemerintah daerah akan membeli lahan karst yang berstatus milik pribadi.
Anggota Pansus Perlindungan Habitat Alami DPRD DIY, Aslam Ridlo mengatakan, konsep perlindungan habitat alami merupakan langkah positif. Namun, ada banyak kendala yang dihadapi, salah satunya seputar kepemilihan lahan milik pribadi di kawasan tersebut.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, dalam Undang Undang Pokok Agraria, disebutkan bahwa setiap individu boleh menjual lahannya kepada pihak lain. Hal ini tentu bertentangan dengan Raperda usulan Pemda DIY tersebut.
“Kalau harus mendapat izin dari Gubernur, justeru melanggar UU Pokok Agraria. Jual beli lahan itu hubungan person to person, kenapa harus ada persetujuan dari pihak pemangku wilayah atau Gubernur?” katanya. (tribunjogja.com)