Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna: Perpustakaan 24 Jam Gratis di Magelang

Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna yang berlokasi di Dusun Karang Sanggrahan, Desa Plosogede, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/ Yuwantoro Winduajie
Taman Baca Kebun Makna di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyediakan akses baca ribuan buku selama 24 jam bagi masyarakat secara gratis 

 

Ringkasan Berita:Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna di Magelang menyediakan akses baca 5.000 buku gratis 24 jam. Pengunjung bisa membaca sambil menikmati kopi lokal dan camilan tradisional. Simak ulasan lengkapnya di sini. 

 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG – Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyediakan akses baca ribuan buku selama 24 jam bagi masyarakat secara gratis. 

Berada di Dusun Karang Sanggrahan, Desa Plosogede, lokasinya mudah dikenali karena berada tepat di pinggir jalan. Begitu memasuki bangunan bergaya joglo, pengunjung langsung disuguhkan pemandangan rak-rak berisi ribuan buku.

Tercatat ada sekitar 5.000 koleksi buku yang tersedia, mulai dari bacaan anak-anak, novel, komik, filsafat, hukum, politik, hingga sastra.

Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna sendiri telah berdiri sejak 2022 lau. Di tempat ini, pengunjung bebas membaca buku apa pun yang mereka sukai sambil menikmati sajian kopi dan berbagai menu yang tersedia.

Latar Belakang dari Yogyakarta

Salah satu pendirinya, Rekki Zakkia (44), mengatakan, tempat ini didirikan bersama rekannya, Maskur Hasan, dari latar aktivisme pergerakan di Yogyakarta.

“Ini founder berdua, saya dengan Maskur Hasan, teman di masa aktivisme pergerakan di Yogyakarta. Awalnya karena kecintaan kami kepada dunia seni, literasi, kopi, diskusi dan buku-buku,” kata Rekki.

Ia menyampaikan, tempat tersebut diharapkan menjadi ruang komunitas, di mana berbagai generasi dapat berkumpul dan mengekspresikan gagasan mereka. 

Menurutnya, upaya literasi yang dilakukan di Kebun Makna juga ditujukan untuk mendorong perubahan sosial.

“Literasi ini bertujuan untuk perubahan sosial,” ujarnya.

Konsep kedai kopi yang menyatu dengan perpustakaan dipilih karena perpustakaan pemerintah dianggap terlalu formal bagi sebagian anak muda. 

Rekki berharap ruang santai ini dapat membuat kegiatan membaca dan menulis terasa lebih menyenangkan.

“Ruang santai ini mungkin dicintai mereka yang masih mau membaca, kegiatan tulis menulis atau membaca, belajar menjadi lebih asyik,” katanya.

Koleksi buku di sini mencakup berbagai genre dan sebagian berasal dari bantuan Perpustakaan Daerah Provinsi serta Perpustakaan Nasional, terutama untuk buku anak-anak. 

Selebihnya merupakan koleksi pribadi Rekki yang ia kumpulkan sejak SMA.

Pengembangan taman baca ini juga disandingkan dengan keberadaan kedai kopi karena keduanya dinilai dapat berjalan saling beriringan.

“Kopi dan buku beriringan. Karena kita ngopi sambil baca buku pasti sangat asyik. Jadi berdirinya bersamaan. Karena konsepnya memang kedai kopi literasi. Lima ribu judul buku (tersedia),” ujarnya.

Mencicipi Bakso Daging Ayam Kampung Legendaris Pak Kino Muntilan Magelang

Perpustakaan 24 Jam di Magelang

BACA GRATIS: Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyediakan akses baca ribuan buku selama 24 jam bagi masyarakat secara gratis
BACA GRATIS: Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyediakan akses baca ribuan buku selama 24 jam bagi masyarakat secara gratis (Tribunjogja.com/ Yuwantoro Winduajie)

Kedai ini buka pukul 09.00–23.00 WIB, namun area perpustakaan tetap bisa diakses 24 jam. Di luar jam operasional kedai, pengunjung boleh membawa makanan dan minuman sendiri demi kenyamanan.

“Bebas (baca buku), aksesnya 24 jam. Beroperasi dari jam 09.00 sampai 23.00 WIB. Namun, sebagai perpustakaan publik terbuka 24 jam,” jelas Rekki.

Meski koleksi buku cukup banyak, semuanya hanya boleh dibaca di tempat. Rekki ingin menjaga agar setiap pengunjung mendapat kesempatan menikmati buku-buku tersebut.

“Dengan (buku) dibaca di tempat memungkin yang lain (orang) tidak enak, juga tidak kena vibrasi yang positif. Jadi, dibaca di tempat supaya memancing yang lain tidak sekadar terus games-gamesan sak pol-pole,” katanya.

Dia tak menampik bahwa sebagian kecil buku pernah hilang, namun hal itu justru dianggap sebagai indikasi bahwa buku tersebut benar-benar dibutuhkan oleh seseorang. 

“Ada (buku hilang). Itu kami suka gembira karena beliau (yang mengambil buku) pasti membutuhkan itu,” ujarnya.

Ia menambahkan, masyarakat sekitar turut menjaga tempat ini karena merasa memiliki.  Tak jarang mereka datang untuk membaca buku atau sekadar bersantai menghabiskan waktu luang.

“Anak-anak, masyarakat merasa bertanggung jawab tempat ini. Bahkan tidak ada sepinya, masyarakat sekitar jam 02.00, 03.00 WIB mesti keliling 2,3 kali. Karena ini milik publik,” jelas Rekki.

Dari 5.000 judul buku yang tersedia, sebagian besar adalah filsafat, sastra, budaya, politik, ideologi, dan agama Islam. Buku sastra dan teori sosial jadi yang paling dominan.

“Ada semua (untuk anak-anak), komik, novel, kemudian buku-buku ensiklopedia kecil-kecil yang seri tokoh, pemikiran. Kemudian yang dari Perpusnas sangat bagus ilustrasi dan cerita-cerita dongeng anak-anak,” katanya.

Ia mengaku memiliki obsesi untuk membangun perpustakaan paling lengkap di Magelang dengan menyediakan buku-buku rujukan utama yang bisa diakses secara gratis oleh siapa saja selama 24 jam.

Di sisi lain, kedai ini juga menyediakan beragam menu, mulai dari kopi hingga camilan seperti mendoan, ketela goreng, geblek, wedang uwuh, wedang tape, sampai nasi goreng kampung. Kopi yang dijual berasal dari petani lokal di Wonosobo, Temanggung, Babadan (Dukun), hingga Gunung Kelir, Kabupaten Semarang.

“Ini kopi-kopi lokal di mana semua jaringan yang pernah membantu kami. Atau setidaknya pernah kita advokasi. Saya punya jaringan teman-teman petani di Wonosobo, Temanggung,” tutur Rekki.

Sementara itu, salah satu pengunjung, Stephanie (23), mengaku menemukan tempat ini setelah disarankan temannya. Keduanya mahasiswa UGM yang gemar mencari book shop.

“Kebetulan disaranin sama temanku. Dia kayak searching juga (tempat ini). Kita pengen pergi (ke) tempat yang jauh, ke arah Magelang,” kata Stephanie.

Setiba di lokasi, mereka mengaku langsung terkesan dengan suasana Kebun Makna. Tempat itu dinilai sangat ramah bagi mahasiswa, termasuk dari segi harga.

Meski belum melihat seluruh koleksi, Stephanie menilai buku-buku di sana tampak sangat lengkap.

“Apalagi kalau nanti buat tesis atau skripsi. Pasti butuh tempat yang hening, jauh dari perkotaan. Ya sangat-sangat recommended, banyak (bukunya) mau cari apa bisa,” pungkasnya. (tro)

 

 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved