Peneliti UGM: Program Magang Butuh Kurikulum, Pemerintah Juga Harus Ciptakan Peluang Kerja

Pemerintah juga harus menciptakan peluang-peluang kerja. Harus ada link-match antara magang dan dunia kerja.

Istimewa
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM , Dr. Hempri Suyatna. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pendaftaran program pemagangan nasional telah dibuka per Selasa (07/10/2025). Proses pendaftaran pemagangan akan dibuka hingga 12 Oktober 2025.

Seleksi dilakukan oleh masing-masing perusahaan pada 13-14 Oktober 2025, dan pemagangan dilaksanakan selama enam bulan mulai 15 Oktober 2025 hingga 15 April 2026.

Menurut Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL UGM, Hempri Suyatna, program pemagangan nasional menarik. Namun perlu ada kurikulum yang jelas, sehingga berdampak dan berorientasi pada keberlanjutan.

“Kurikulum magang itu menjadi penting. Harus ada capaian pembelajaran dari magang. Sehingga outputnya jelas, tidak hanya sekadar magang terus selesai, hanya sekadar rutinitas mencari pengalaman,” katanya, Selasa (07/10/2025).

Kurikulum yang komprehensif juga dibutuhkan agar pemagang bisa menyiapkan diri dengan baik. Pasalnya proses pemagangan di dunia industri berbeda-beda. 

“Mungkin magang di dunia industri padat karya berbeda dengan industri yang padat modal, sehingga perlu kurikulum yang berbeda. Mungkin industri manufaktur berbeda dengan industri pariwisata, sehingga harus ada kurikulum yang komprehensif, detail, dan sesuai bidang-bidang yang ada,” sambungnya.

Di sisi lain, penting juga bagi pemerintah untuk membuat peta pencari kerja dan ketersediaan pekerjaan. Jangan sampai ada ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja.

Hal itu juga bertujuan agar program pemagangan nasional lebih berorientasi pada keberlanjutan. Harapannya setelah menjalani proses pemagangan, para pemagang menjadi lebih siap terjun ke dunia usaha dan dunia kerja.

“Artinya setelah selesai magang, bagaimana kemudian pemerintah juga harus menciptakan peluang-peluang kerja. Harus ada link-match antara magang dan dunia kerja. Selama ini kan selesai magang ya sudah. Harus ada sustainability, punya orientasi keberlanjutan,” terangnya.

Agar berjalan baik, pemerintah mesti mendesain program ini secara serius dari hulu hingga hilir. Mulai dari penyiapan perusahaan, sistem seleksi, hingga pelaksanaan magang berkelanjutan.

Terkait dengan gaji setara UMK, maksimal Rp 3,3 juta, peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM tersebut menyebut wajar. Pasalnya para lulusan baru umumnya masih belum memiliki pengalaman kerja.

“Yang paling penting di magang ini lebih ke pengalaman membentuk mentalitas kerja mereka, punya etos kerja. Untuk gaji ya jangan menuntut ekspektasi terlalu tinggi dulu, yang penting kebutuhan dasar terpenuhi,” pungkasnya. (maw)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved