Uma Mentawai: Arsitektur Komunal yang Menyatu dengan Filosofi Hutan Alam

Uma tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung fisik, tetapi juga sebagai pusat aktivitas sosial dan spiritual Suku Mentawai.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Instagram@meeting_the_mentawai
Uma Mentawai 

Secara tradisional, Uma dibangun tanpa menggunakan paku. 

Sistem sambungan dilakukan melalui teknik pasak dan ikatan yang menggunakan tali rotan dengan menunjukkan keahlian konstruksi yang luar biasa.

Rumah ini juga didirikan di atas tiang-tiang kayu yang tinggi (rumah panggung). 

Rancangan ini bukan tanpa alasan, tetapi ketinggian Uma berfungsi untuk menghindari ancaman banjir dan serangan hewan buas dari hutan.

Memastikan sirkulasi udara yang baik, menjaga kelembapan lantai, dan memberikan kesejukan alami.

Area di bawah rumah sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berternak babi atau hewan lainnya dengan mengoptimalkan setiap ruang.

Keterkaitan Suku Mentawai dengan alam hutan tidak hanya sebatas penggunaan material, tetapi juga meresap dalam aspek spiritual arsitektur Uma.

Kepercayaan animisme yang meyakini bahwa roh terdapat pada setiap makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) memengaruhi tata ruang dan dekorasi Uma.

Fungsi Ruang dan Simbolisme

Pembagian ruang di dalam Uma mencerminkan hierarki dan fungsi sosial-spiritual.

Serambi depan berfungsi sebagai area penerima tamu dan tempat berkumpul.

Ruang utama atau ruangan sentral yang digunakan untuk upacara adat dan pertemuan besar.

Setiap keluarga memiliki ruang dapur sendiri, sering kali dilengkapi tungku perapian.

Ornamentasi dan Keselarasan Roh

Salah satu keunikan dekorasi Uma adalah penempatan tengkorak hewan buruan di dalamnya. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved