Uma Mentawai: Arsitektur Komunal yang Menyatu dengan Filosofi Hutan Alam

Uma tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung fisik, tetapi juga sebagai pusat aktivitas sosial dan spiritual Suku Mentawai.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Instagram@meeting_the_mentawai
Uma Mentawai 

TRIBUNJOGJA.COM –  Kepulauan Mentawai, sebuah gugusan pulau eksotis di lepas pantai barat Sumatra, menyimpan warisan budaya yang amat kaya, salah satunya adalah rumah tradisional yang dikenal sebagai Uma. 

Lebih dari sekadar struktur hunian, Uma merupakan manifestasi nyata dari filosofi hidup masyarakat Mentawai yang menjunjung tinggi keselarasan dan integrasi mendalam dengan alam hutan. 

Arsitektur Uma tidak hanya mencerminkan keterampilan konstruksi yang diwariskan turun-temurun, tetapi juga keyakinan spiritual yang mengakar kuat pada prinsip animisme.

Secara fungsional, Uma adalah rumah panjang komunal yang menjadi tempat tinggal bagi lima hingga sepuluh keluarga besar yang memiliki hubungan kekerabatan. 

Ukurannya yang megah dengan memiliki panjang sekitar 30 meter dan lebar 10 meter yang menegaskan peran sentralnya.

Uma tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung fisik, tetapi juga sebagai pusat aktivitas sosial dan spiritual Suku Mentawai

Segala upacara adat penting, pesta syukur disebut punen, pertemuan keluarga, hingga penyimpanan benda-benda pusaka, semuanya dilaksanakan di dalam Uma. 

Peran ganda ini menjadikan Uma sebagai simbol identitas dan kohesi komunitas.

Arsitektur yang Selaras dengan Lingkungan Hutan

Integrasi Uma dengan alam tercermin jelas dalam pemilihan material dan rancangan bangunannya.

1.      Material Alami dari Hutan

Pembangunan Uma sepenuhnya menggunakan bahan-bahan yang diperoleh secara lestari dari lingkungan sekitar, menunjukkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Sebagian besar tiang, balok dan lantai terbuat dari jenis kayu keras yang dipilih dari hutan, seperti kayu arriribuk.

Atap Uma yang berbentuk pelana dan menjulang tinggi terbuat dari material alami, seperti daun sagu, ijuk, atau daun palem hutan (tobat leleu) yang sangat efektif menangkis curah hujan lebat di daerah tropis.

2.      Kontruksi Bebas Paku dan Panggung Tinggi

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved