Kekayaan Budaya dalam Balutan Pakaian Adat Suku Dayak Kalimantan Barat
Pakaian ini tidak sekadar penutup tubuh, melainkan simbol status sosial, kepercayaan, dan hubungan erat masyarakat Dayak dengan alam.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
King yang merupakan pakaian atasan, biasanya berbentuk rompi tanpa lengan yang terbuat dari kulit kayu.
Desainnya sederhana, memungkinkan mobilitas tinggi saat berburu atau berperang.
Sedangkan, Baba merupakan pakaian bawahan yang berbentuk cawat atau celana pendek sederhana yang juga terbuat dari kulit kayu.
King Baba dilengkapi dengan berbagai atribut yang menunjukkan keberanian dan status.
Terdapat bagian ikat kepala (Engkareng) yang sering dihiasi bulu burung rangkong (enggang) yang merupakan lambang kehormatan, keberanian, dan kesetaraan dalam Suku Dayak.
Penggunaan mandau atau senjata tajam tradisional yang berbentuk seperti parang panjang.
Mandau merupakan simbol utama kesatria, keberanian, dan keterampilan berburu atau berperang.
Mandau sering dihiasi ukiran rumit pada bilahnya dan gagangnya diukir dari tanduk rusa atau tulang, serta dihiasi rambut manusia atau bulu.
Hiasan ini melambangkan prestasi dan kekayaan spiritual pemiliknya.
Selain untuk perang dan berburu, mandau juga digunakan dalam ritual adat dan sebagai lambang pertahanan diri dan komunitas.
Terdapat perisai (talawang) yang merupakan perisai panjang berbentuk persegi panjang dengan bagian atas dan bawah meruncing, digunakan sebagai pasangan Mandau saat berperang.
Talawang dihiasi dengan ukiran khas Dayak yang rumit dan artistik, sering kali berupa motif wajah makhluk mitologi atau dewa pelindung.
Motif-motif ini dipercaya memiliki kekuatan magis atau penolak bala yang dapat menakut-nakuti musuh dan melindungi pemakainya.
Fungsi utamanya adalah sebagai alat pertahanan diri dari serangan musuh.
Pakaian Adat Wanita

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.