Mengenal Baju Adat Yogyakarta: Simbol Filosofi dan Status Sosial

Memiliki beragam pakaian adat yang bukan sekadar busana, melainkan cerminan dari filosofi hidup Jawa serta penanda status sosial pemakaiannya.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
zoom-inlihat foto Mengenal Baju Adat Yogyakarta: Simbol Filosofi dan Status Sosial
TribunJogja/Hasan Sakri Ghozali
Busana wanita adat Yogyakarta

Memiliki potongan yang lebih rapi dan kaku, memberikan kesan yang formal, kokoh, dan berwibawa.

Beskap sering kali dipakai dalam acara-acara resmi atau upacara adat.

Warna beskap biasanya lebih gelap seperti hitam, biru tua, atau coklat.

Warna-warna tersebut tidak hanya menciptakan kesan elegan, tetapi juga melambangkan kewibawaan dan ketegasan.

Blangkon

Blangko merupakan penutup kepala khas yang melambangkan pikiran yang fokus dan terarah, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak penting.

Bentuk blangkon memiliki perbedaan di setiap daerah. 

Blangkon gaya Yogyakarta memiliki ciri khas benjolan di bagian belakang yang disebut mondolan.

Benjolan di belakang bukanlah hiasan semata, melainkan simbol bahwa sanggul rambut pria zaman dulu tidak di potong, tetapi digulung di belakang.

Hal ini menunjukkan status sosial dan peran seseorang dalam masyarakat.

Jarikan

Jarikan atau kain batik yang dipakai sebagai bawahan memiliki makna filosofis yang terkandung dalam setiap motifnya, seperti parang rusak dan kawung.

Motif parang rusak yang menyerupai ombak bergelombang, melambangkan perjuangan melawan kejahatan dan hawa nafsu. 

Motif ini adalah motif yang sakral, pada zaman dahulu hanya dikenakan oleh raja dan keluarga Keraton.

Selaian pakaian pria, ada juga pakaian adat wanita Yogyakarta yang memancarkan keanggunan, kelembutan, dan kemuliaan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved