Pertemuan 4 Jam Sri Sultan HB X dan Wali Kota Yogya, Bahas Program Normalisasi Sungai

Sultan pun menekankan pentingnya realisasi kebersihan aliran sungai yang melintasi Kota Pelajar, meliputi Code, Winongo, dan Gajahwong.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
KUNJUNGAN: Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat menyambangi Balai Kota Yogyakarta, Kamis (7/8/25) siang. 

TRIBUNJOGJA.COM - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyambangi Balai Kota Yogyakarta, Kamis (7/8/25) siang.

Kunjungan tersebut digulirkan untuk membahas rencana normalisasi dan mewujudkan aliran sungai di Kota Yogyakarta yang bersih.

Pertemuan tertutup antara Ngarsa Dalem dan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo beserta jajaran, berlangsung selama lebih kurang empat jam.

Dalam kesempatan tersebut, Sultan pun menekankan pentingnya realisasi kebersihan aliran sungai yang melintasi Kota Pelajar, meliputi Code, Winongo, dan Gajahwong.

"Tapi, untuk bersih kan tidak bisa hanya kota, karena kota menerima bersih atau tidaknya dari Sleman. Nanti ujungnya, pungkasane, di Bantul," katanya, selepas pertemuan.

Sehingga, untuk mewujudkannya, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY akan turun tangan memfasilitasi koordinasi antar kabupaten dan kota.

Menurutnya, program bersih sungai ini harus dilaksanakan secara serentak dan seirama, demi wajah Yogyakarta yang lebih baik.

"Prinsip bagaimana memperlakukan kiri kanan kali, karena dengan kali itu bersih, itu bisa memeberikan manfaat bagi penghuni," cetusnya.

Ia menyebut, aliran sungai yang melintasi Kota Yogyakarta sejatinya memiliki potensi besar untuk digarap menjadi destinasi wisata.

Dicontohkan, konsep jelajah sungai dengan perahu yang saat ini sudah ada di Dermaga Cinta, di aliran Gajahwong, Giwangan, menjadi bukti.

"Jadi, lingkungannya bisa membawa manfaat, untuk tempat rekreasi, atau tempat apa, yang memungkinkan masyarakat mendapat manfaat secara ekonomi," cetusnya.

Namun, Ngarsa Dalem menyadari, untuk mewujudkan hal tersebut, selain aliran yang bersih, dibutuhkan pula penataan permukiman warga di bantaran.

Dalam artian, rumah-rumah penduduk dapat dimundurkan dan dihadapkan ke sungai, supaya ada akses jalan yang memadahi.

"Dengan bersih itu mundur, kalau mau jadi unit usaha pariwisata, berarti kan harus ada jalur untuk lewat masyarakat. Sehingga pinggir kali juga harus kosong," terangnya.

"Tapi, itu masih perlu rembugan dengan tim teknis dari provinsi untuk menentukan visinya, bagaimana program itu direalisasi dan pembiayaan bisa dilakukan," pungkas Sultan. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved