Menembus Batas Lewat Warna: Cerita Seniman Difabel di 'Together Beyond Limits'

Dalam pameran Together Beyond Limit, mereka membuktikan bahwa keterbatasan hanyalah perspektif, bukan penghalang untuk berkarya.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
PAMERAN: Pembukaan pameran seni “Together Beyond Limit” di Kala Jumpa Bar & Dine, Aveta Hotel Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (1/11/2025). Pameran yang menampilkan karya lebih dari dua puluh seniman difabel ini menjadi perayaan inklusi dan kreativitas tanpa batas. 

Dari Yogyakarta, kisah berpindah ke Pulau Dewata lewat tangan Winda Karunadhita, penyandang disabilitas daksa. Dalam “Bali Island” (cat minyak di atas kanvas, 50 x 60 cm, 2025), Winda membawa filosofi Tri Hita Karana—keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan alam.

“Tentang kehidupan di pulau Bali, tentang adat budayanya yang indah dan filosofi Tri Hita Karana,” tulis Winda. “Konsep tiga aspek Tri Hita Karana adalah menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia, makhluk hidup, dan lingkungan. Seperti rajin bersembahyang, menolong sesama manusia dan makhluk hidup, menanam pohon dan tidak membuang sampah sembarangan agar lingkungan tetap terjaga dengan baik.”

Selain itu, Winda juga memamerkan “Rare Angon” (akrilik di atas kanvas, 50 x 50 cm, 2022), menggambarkan kehidupan anak-anak gembala Bali tempo dulu.

“Rare angon atau anak gembala, di Bali tempo dulu kebanyakan orang-orang bekerja di sawah dan memelihara sapi. Anak-anak sedari kecil sudah diajarkan untuk membantu orang tua bekerja di sawah atau menggembalakan sapi sambil bermain suling dan layang-layang. Ini menggambarkan kehidupan yang sederhana, rukun, dan damai pada tempo dulu.”

Kedua karyanya menampilkan kehangatan tradisi dan nilai spiritual yang menenangkan.

Pameran “Together Beyond Limit” bukan sekadar ajang pamer karya, tetapi ruang pertemuan antara seni dan inklusi sosial. Setiap lukisan menjadi medium untuk menegaskan kemampuan, bukan keterbatasan; semangat, bukan belas kasihan.

Kebersamaan tanpa batas

General Manager Aveta Hotel Malioboro, Cynthia Carissa, dalam sambutannya menegaskan,

“Pameran ini bukan sekadar perayaan, namun juga wujud nyata dari kebersamaan tanpa batas. Melalui karya-karya yang ditampilkan, kita diajak untuk melihat bahwa seni tidak mengenal sekat dan perbedaan; bahwa kreativitas bisa tumbuh di mana pun, oleh siapa pun, tanpa batas fisik maupun sosial,” ujarnya.

Ia menambahkan, tema Together Beyond Limits dipilih bukan sebagai bentuk belas kasih, melainkan sebagai cara hidup.

“Kami memilih tema inklusi bukan sebagai bentuk belas kasih, melainkan sebagai cara hidup—sebagai wujud bagaimana kami mencintai dan hidup bersama dalam keberagaman. Together Beyond Limits mengingatkan kita bahwa cinta tak mengenal batas, bentuk, cara, maupun suara. Cinta mendengar, memahami, dan merangkul, agar setiap insan merasa disambut dan berharga,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Jogja Disability Arts, Sukri Budi Dharma, menyebut pameran ini sebagai ruang yang membuka kesadaran sosial.

“Pameran ini benar-benar membuka rasa dan mata kita, bahwa ketika teman-teman disabilitas diberikan ruang dan kesempatan, kami pun akan memaksimalkan apa yang telah diberikan. Kegiatan ini patut menjadi contoh bagi pihak-pihak lain bahwa kesempatan selalu melahirkan potensi,” katanya.

Selama sebulan penuh, masyarakat dapat menikmati karya yang merekam ketulusan, keteguhan, dan kebebasan manusia dalam bentuk paling jujur: warna. Pameran ini menegaskan bahwa seni tidak hanya untuk dilihat, tetapi juga dirasakan—sebagai ruang bersama untuk merayakan keberagaman dan kemanusiaan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved