Sekolah di Kulon Progo Diminta Rahasiakan Keracunan MBG, Kepsek Curiga Tanpa Poin Pertanggungjawaban

Pada poin ke-7 atau terakhir di naskah MoU, pihak kedua sebagai sekolah penerima MBG diminta menjaga kerahasiaan informasi

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
MOBIL MBG: Mobil milik SPPG tiba di SMPN 3 Wates, Kulon Progo untuk mengambil wadah MBG yang telah dikonsumsi, Selasa (23/09/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Sekolah di Kulon Progo yang pelajarnya mengalami keracunan pada akhir Juli 2025 lalu rupanya telah meneken perjanjian dengan penyedia MBG (Makan Bergizi Gratis). Salah satu poinnya adalah merahasiakan jika terjadi kasus keracunan.

Hal itu diungkapkan oleh seorang kepala sekolah swasta di Kalurahan Bendungan, Kapanewon Wates. Para pelajar di sekolah ini sempat mengalami keracunan makanan usai mengonsumsi MBG di Juli lalu.

"Kami sudah melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY terkait perjanjian itu," kata kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya ini saata ditemui pada Selasa (23/09/2025).

Ia mengatakan perjanjian dibuat dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU).

Pada poin ke-7 atau terakhir di naskah MoU, pihak kedua sebagai sekolah penerima MBG diminta menjaga kerahasiaan informasi dan meminta menyelesaikan dengan kekeluargaan.

Komitmen itu diminta jika terjadi kejadian luar biasa seperti keracunan, ketidaklengkapan isi paket makanan, hingga kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan MBG.

Kepala sekolah tersebut awalnya menandatangani MoU itu. Namun kecurigaan muncul tatkala ada naskah MoU versi Badan Gizi Nasional (BGN) yang tidak memuat poin terakhir tersebut.

"Tapi di versi BGN kami juga mempertanyakan tidak adanya poin tentang pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara," ujarnya.

Pertanyaan itu muncul karena saat kejadian keracunan, salah satu pelajarnya diare parah dan harus dirujuk ke rumah sakit. Namun pelajar itu tidak memiliki kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ia mengaku terus mengejar pihak SPPG agar bertanggungjawab membiayai perawatan pelajar tersebut.

Beruntung pelajar tersebut tidak rawat inap, namun kepala sekolah mengaku tetap jengkel dengan pihak SPPG yang seakan lepas tangan.

"Kami pertanyakan gimana pengawasannya, katanya sudah ada ahli gizi tapi kok tetap ada keracunan," katanya.

Usai keracunan, pihak sekolah meminta penundaan pelaksanaan MBG selama sebulan. Kini MBG kembali dilakukan, namun dengan pengawasan yang lebih ketat baik oleh pihak sekolah maupun SPPG sebagai penyedia.

Selain ke ORI DIY, kejanggalan MoU juga telah dilaporkan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo. Harapannya, segera ada perubahan isi kesepakatan.

"Kalau bisa dibuat kesepakatan ulang, karena merugikan jika tidak ada penanggungjawabnya," katanya.

Tribun Jogja pun menerima salinan naskah MoU serupa dari Kepala SMP Negeri 3 Wates, Tugino. Poin ke-7 yang dimaksud sesuai dengan apa yang disampaikan kepala sekolah sebelumnya.

Tugino mengatakan MoU baru disepakati dua pekan usai MBG dimulai di sekolahnya. SMPN 3 Wates melakukan uji coba MBG pada bulan Juni dan pelaksanaannya pada Juli 2025.

"Tidak tahu kenapa baru dikasih (MoU), mungkin karena masih proses dulu," ujarnya.

Tugino menyebutkan salah satu poin MoU adalah sekolah dan SPPG harus saling berkoordinasi jika ada kejadian keracunan. Termasuk menyelesaikan masalah dan menemukan solusi secara bersama-sama.

Ia punya pandangan lain soal frasa "merahasiakan" dalam MoU tersebut. Menurutnya, kerahasiaan diperlukan jika saat kejadian keracunan, informasi yang dikumpulkan belum pasti sehingga belum memenuhi syarat untuk dipublikasikan.

"Sebab kalau tidak pasti maka tidak valid informasinya," jelas Tugino.(alx)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved