Bukan Dirayah, Nyadhong Gunungan Garebeg Mulud Keraton Yogyakarta Ajak Warga Sabar Menerima Berkah

Keraton Yogyakarta menegaskan kembali filosofi Jawa yang sarat makna yakni menerima dengan tertib dan penuh penghormatan.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
NYADONG GUNUNGAN: Pj. Sekretaris Daerah DIY, Aria Nugrahadi, menerima Gunungan dari empat utusan Pemda DIY di Kompleks Kepatihan, Jumat (5/9). Prosesi Nyadhong ini menegaskan kembali makna filosofisnya: menerima anugerah dengan penuh tertib dan penghormatan. 

“Jadi ini mengedukasi masyarakat untuk tertib, sabar nampi paringan. Ini yang kita terapkan. Setelah pareden disampaikan Pak Sekda ke kami, maka kami wajib mengkondisikan prosesi yang maknanya tertib satu per satu menerima, tidak kemudian mengambil sendiri-sendiri,” ujar Dian.

Menurutnya, budaya Jawa sejatinya bukanlah budaya rayahan, melainkan budaya yang menekankan tenggang rasa.

“Pada dasarnya masyarakat DIY punya nilai yang sangat toleransi dan menghargai, bukan siapa yang kuat dia yang menang. Makna itu yang kemudian kita terapkan kembali,” katanya.

Dengan demikian, prosesi penerimaan pareden justru memperkuat esensi budaya, tanpa mengurangi makna maupun animo masyarakat.

“Ini bagian dari edukasi, sehingga kami akan kuatkan itu dengan wujud prosesi penerimaan Pareden Garebeg. Tidak mengurangi makna dan animo masyarakat karena pada dasarnya nilai budaya Yogyakarta memang seperti itu,” lanjut Dian.

Dian mengatakan, ke depan pihaknya berencana untuk meminta pertambahan jumlah pareden ubarampe gunungan mengingat animo masyarakat yang dari tahun ke tahun semakin besar, menyaksikan prosesi di Kompleks Kepatihan ini.

“Mungkin nanti ke depan kita akan tambah jumlah paredennya. Ini (pareden) kan sebenarnya untuk keprajan (pemerintahan), makanya saya tadi mengutamakan untuk teman-teman keprajan dulu, sebelum sisanya itu kami berikan ke masyarakat karena masyarakat sebenarnya ada sendiri di sana (Masjid Gedhe dan Pura Pakualaman). Tapi kalau kemudian ada masyarakat yang ke sini. Mungkin kita perlu menambah jumlahnya,” papar Dian.

Erfinda, warga asal Kediri yang mendapatkan pareden ubarampe gunungan mengaku, momen ini menjadi kali pertamanya menyaksikan dan mengikuti prosesi penyerahan pareden ubarampe gunungan di Kompleks Kepatihan secara langsung.

Ia tertarik untuk mengikuti prosesi lantaran belum pernah menyaksikan tradisi yang selalu dinantikan oleh ribuan masyarakat Jogja maupun luar Jogja.

“Kebetulan ini lagi ada kerjaan di Jogja terus mau main di sekitaran Malioboro. Denger ada grebeg di Kepatihan, jadi tertarik buat nonton karena memang belum pernah lihat langsung. Eh ini malah gak nyangka kebagian juga tadi dikasih paredennya,” ujar Erfinda.

Erfinda menyebut, pareden ubarampe gunungan yang didapatkannya akan dibawa olehnya kembali ke Denpasar tempat ia bekerja. Ia menganggap pareden ubarampe gunungan ini sebagai berkah yang akan dijaga olehnya.

“Ini nanti saya bawa pulang ke Denpasar karena saya kerja di sana. Karena ini wujud berkah jadi mau disimpan saja, dijaga,” pungkas Erfinda.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved