4 Seniman Muda Autistik Buktikan Keterampilan Karya Seni Lewat Pameran "Struggle"

Sebanyak 50 lukisan dari seniman muda Tanah Air, ditampilkan di Ruang Dalam Art House, Jalan Kebayan, Jeblog, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul

TRIBUNJOGJA.COM/ Neti Istimewa Rukmana
APRESIASI SENI - Seorang pengunjung sedang melihat lukisan Pameran Struggle di Ruang Dalam Art House, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Minggu (24/8/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sebanyak 50 lukisan dari seniman muda Tanah Air, ditampilkan di Ruang Dalam Art House, Jalan Kebayan, Jeblog, Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul selama 23-29 Agustus 2025. Lukisan tersebut dikemas dengan tajuk 'Struggle'.

Panitia Pameran Lukisan Struggle, Samodro, mengatakan, pameran yang digelar tersebut cukup berbeda dari yang lainnya.

Sebab, pameran itu dibuat oleh seniman muda berkebutuhan khusus autism spectrum disorder atau penyandang autistik.

"Pemeran itu dibuat untuk menunjukkan bawa anak-anak penyandang autistik, termasuk anak saya yang menjadi salah satu seniman dalam pameran ini, bisa berkarya dan karyanya itu keren-keren," katanya, Minggu (24/8/2025).

Dikatakannya, orang yang memiliki kebutuhan khusus autistik lebih tepat memiliki kesibukan sebagai seorang seniman yang bekerja secara independent.

Sebab, biasanya autistik memiliki kehidupan sendiri dan tidak berfikir untuk melakukan banyak sosialisasi. 

Lewat seni, individu penyandang autistik dapat mengekspresikan diri, mengasah keterampilan, dan mampu menjual karya seni mereka sehingga menghasilkan pendapatan. 

Adapun empat seniman muda tersebut terdiri atas Anugrah Fadly Kreatoseniman atau yang disapa Uga, asal Yogyakarta; Raphael Jason Imanuel atau Rapha, asal Jakarta; Reynaldi Kristian atau Aldy, asal Yogyakarta; dan Sandy Salman Wahyudi atau Way, asal Jakarta.

"Mereka merupakan seniman yang menjadikan seni sebagai medium ekspresi diri, komunikasi, dan perjuangan batin. Kehadiran karya mereka tidak hanya memperkaya keragaman senirupa Yogyakarta, tetapi juga menjadi bukti bahwa seni mampu menembus batas sosial dan neurologis," jelasnya.

Melalui pameran ini, pihaknya ingin mendorong masyarakat untuk lebih peduli, mengapresiasi, dan mendukung keberadaan seniman neurodivergen.

Seni bukan hanya milik segelintir orang, tetapi merupakan bahasa universal yang memungkinkan semua orang untuk berbicara dan didengar.

Maka dari itu, Pameran Struggle juga diharapkan menjadi bagian langkah kecil untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif.

Di mana, perbedaan dirayakan dan keindahan lahir dari keragaman.

Apalagi, struggle bisa dimaknai berjuang sebagai bagian dari keseharian indiividu neeurodivergen untuk terus berjuang. 

Seniman Anugrah Fadly Kreato Seniman atau Uga (27), menyampaikan, bawa kecintaan pada seni telah membawa dia menembus pendidikan S1 seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan kini melanjutkan studi S2 bidang Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

"Seni sebagai ruang aman untuk mengekspresikan diri dan menuangkan emosi. Seni bukan sekadar aktivitas kreatif, tetapi juga jembatan untuk berkomunikasi, memahami, dan merayakan keberagaman cara manusia memandang dunia," paparnya.

Setidaknya, ada sekitar 13 lukisan yang ia pamerkan dalam Pameran Struggle ini.

Gaya ekspresinya pun disampaikan dengan warna posterik untuk menandai hasil pengamatan tentang lingkungan sekitar. 

Bahkan, judul karyanya, sebagian diarahkan menyerempet persoalan politik dan problem sosial, namun memiliki nilai jual yang tinggi yakni sekitar Rp4 juta sampai 24 juta per karya seni.

Sementara itu, seniman Sandy Salman Wahyudi atau Way, yang didampingi oleh guru lukisnya, yakni Tamta Hatmaka, mengatakan, bahwa dalam berkarya, terkada Way memiliki mood yang tidak menentu.

"Terkadang, Way enggak mood dan enggak fokus dalam menyelesaikan karya seninya. Maka, kerap kami pancing dengan menggunakan handphone atau cerita sebagai pemicu karya. Dari situ, Way baru mau menuangkan ide-idenya ke dalam lukisan," tuturnya.

Akan tetapi, satu karya lukisan bisa diselesaikan oleh Way selama tiga jam sampai sehari. 

Maka dari itu, ada 10 karya seni yang ia tampilkan dalam pameran kali ini dan sebagian besar karya lukis bergaya dekoratif dengan objek tunggal yang mewakili dirinya. 

Adapun harga jual karya seninya dimulai dari Rp4 juta sampai Rp5 juta per karya. Karya seni Way pun telah tembus pasar konsumen dari Jakarta. 

Trapis Way, Endah Ika Pratiwi, menyampaikan, salah satu lukisan yang berkesan milik Way diberi nama Aku Ingin Naik Batik Air.

Lukisan dengan acrylic on canvas ukukran 50x70 sentimeter itu menggambarkan bahwa sebagai seorang anak laki-laki, Way  punya impian besar untuk terbang melayang tinggi menembus awan, dengan pesawat Batik Air yang gagah perkasa.

"Kenapa dipilih pesawat Batik Air? Karena Way punya kenangan sendiri dengan ibunya. Dulu, pertama kali Way itu dikenalkan oleh ibunya dengan pesawat Batik Air. Terus, karena ada corak yang menarik pada pesawat itu, akhirnya Way merasa suka dan tertarik untuk melukis pesawat itu juga," tutup dia.
 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved