Pemkot Yogyakarta Tidak Tetapkan KLB Leptospirosis, Wali Kota Pilih Perketat Protap 

Penulis: Azka Ramadhan
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

STATUS KLB - Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Selasa (29/7/2025). Pemkot Yogyakarta mempertimbangkan untuk menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemkot Yogyakarta menyatakan tidak ada penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk menyikapi kasus leptospirosis di wilayahnya.

Namun, prosdur tetap (protap) luar biasa dalam hal manajerial fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), diterapkan eksekutif untuk seluruh pasien bergejala leptospirosis.

Sebagai informasi, berdasar laporan dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, kasus leptospirosis di 2025 memang mengalami lonjakan yang sangat signifikan.

Sampai bulan Juli 2025, tercatat ada 21 kasus dan 7 diantaranya meninggal dunia, yang merupakan warga Pakualaman, Gedongtengen, Jetis, Ngampilan (2), Wirobrajan, serta Umbulharjo.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menuturkan, meski status KLB tidak ditetapkan, pihaknya tetap menyusun langkah-langkah kedaruratan dari sisi manajemen.

Kegawatdaruratan yang dimaksud pun tidak seperti saat pandemi Covid-19 silam, yang sebaran virusnya relatif lebih cepat dan masif.

"Sekarang yang luar biasa protapnya, dibuat diskresi. Karena memang ada dua cara seperti itu untuk menyikapi kejadian," katanya, Rabu (30/7/2025).

Baca juga: Kasus Leptospirosis di Kota Yogyakarta Kembali Bertambah, 7 Pasien Meninggal Dunia

Melalui protap tersebut, seluruh rumah sakit di Kota Yogyakarta siaga 24 jam dan menerima rujukan tanpa syarat dari pasien yang ditengarai atau dicurigai leptospirosis.

Bukan tanpa alasan, ia menyebut ada track record pasien yang terlambat penanganannya, karena UGD tidak menganggapnya sebagai kegawatdaruratan.

"Karena kadang-kadang sore hari ada demam, terus dikirim ke UGD, dan mungkin tidak diterima, karena ini dianggap tidak gawat," katanya.

Padahal, salah satu ciri atau gejala awal leptospirosis adalah munculnya demam, yang biasanya dibarengi dengan sakit kepala, perdaragan, dan nyeri otot.

Sehingga, di konsisi saat ini, diperlukan prosdur tetap dan tindakan di luar kebiasaan untuk melayani pasien-pasien yang mengeluhkan gejala-gejala tersebut.

"Yang menjadi luar biasa adalah protapnya, bukan kasusnya. Protapnya dibuat luar biasa, karena biasanya harus pakai rujukan, pakai BPJS, dan sebagainya," tandasnya.

"Kemudian, di semua Puskemas obat-obatan untuk leptospirosis sudah kita cek, semuanya tersedia. Jadi, ini kita wujudkan dalam action nyata," tambah Hasto.

Kemudian, pria berlatar belakang dokter kandungan tersebut juga menerapkan langkah untuk menurunkan populasi tikus sebagai media perantara bakteri leptospira.

Halaman
12

Berita Terkini