Marak Kekerasan Seksual di Kampus, BEM FISIP UNY Deklarasikan Perlawanan

Penulis: Azka Ramadhan
Editor: Yoseph Hary W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEKLARASI: Peserta Symposium Lingkar Ekspresi menandatangani deklarasi dukungan perlawanan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus

TRIBUNJOGJA.COM - BEM KM Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNY mendeklarasikan perlawanannya terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Deklarasi tersebut disampaikan melalui Symposium Lingkar Ekspresi dengan tema "FISIP Zero Sexual Violence", pada Jumat (9/5/25).

Ketua BEM FISIP UNY, Ivannindra Juan, menuturkan, deklarasi digelar sebagai respons atas maraknya kasus kekerasan seksual di beberapa perguruan tinggi.

Sehingga, pihaknya berupaya hadir dan turut serta mengawal isu penting tersebut, untuk menciptakan ruang aman bagi siapapun di lingkungan kampus.

"Ini jadi simbol, bahwa FISIP UNY menentang keras segala bentuk kekerasan seksual. Sekaligus, ajakan seluas luasnya untuk institusi pendidikan, supaya menciptakan ruang aman bagi semua orang," tandasnya.

Juan menegaskan, langkah-langkah untuk menekan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus pun tidak hanya berhenti pada deklarasi semata.

Menurutnya, BEM FISIP UNY sudah memiliki deretan program, termasuk menggencarkan kampanye di media sosial yang bermuatan edukasi dan mitigasi.

"Kami juga meluncurkan program call center kekerasan seksual, untuk mengawal dan mengadvokasi korban kekerasan seksual. Tujuannya, memberikan wadah bagi mahasiswa untuk melaporkan kasus tanpa takut dihakimi," cetusnya.

Adapun isi dari deklarasi yang digaungkannya, merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. 

Dengan deklarasi ini, seluruh civitas akademika FISIP UNY menyatakan dukungan penuh untuk mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan seksual.

"Ada lima poin. Pertama, menolak segala bentuk kekerasan seksual. Kedua, mendukung terciptanya ruang aman dari kekerasan seksual. Ketiga, bersikap tegas terhadap pelaku kekerasan seksual," ujarnya.

"Kemudian, yang keempat, melakukan edukasi dan sosialisasi terkait kekerasan seksual. Kelima, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan pelaporan dan penanganan kekerasan seksual," tambah Juan.

Konselor Hukum Rifka Annisa WCC, Nurul Kurniati, yang didapuk sebagai salah satu narasumber, menekankan pentingnya memahami bentuk kekerasan seksual.

Hal tersebut sudah dijelaskan secara gamblang di dalam Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Namun, yang terjadi sekarang, korban seringkali tidak mendapat dukungan, bahkan dianggap berlebihan. Sementara, pelaku menganggap tindakannya hanya candaan," tandasnya.

Halaman
12

Berita Terkini