Tribunjogja.com Jogja -- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menanggapi hasil paparan resmi dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY terkait kasus dugaan kebocoran soal Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah (ASPD) tingkat SMP.
Ombudsman menyoroti perlunya penelusuran lebih lanjut terhadap motif pelaku serta audit menyeluruh terhadap sistem keamanan digital penyimpanan soal.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Muhammad Bagus Asmita, menyatakan bahwa meskipun Disdikpora telah menyimpulkan terdapat dua butir soal yang bocor dan membantah keterlibatan guru maupun siswa SMP Negeri 10 Yogyakarta, investigasi belum boleh berhenti.
Menurutnya, indikasi kuat mengarah kepada seorang guru dari salah satu SMP, meski belum dapat dipastikan apakah berasal dari wilayah kota atau kabupaten.
"Ombudsman masih melihat bahwa perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut, khususnya terkait motif dari guru yang diduga menyebarkan soal tersebut," kata Bagus, Jumat (9/5/2025).
Ombudsman membuka kemungkinan adanya unsur pelanggaran prosedur, kelalaian, atau motif pribadi dalam tindakan penyebaran soal tersebut. Jika tidak ditemukan motif ekonomi atau keuntungan pribadi, hal itu tetap dinilai penting untuk diungkap secara transparan guna menjaga kepercayaan publik terhadap pelaksanaan ASPD.
"Kami tetap akan mendalami lebih lanjut apakah terdapat unsur pelanggaran prosedur, kelalaian, atau bahkan motif tertentu dari guru yang bersangkutan. Jika ternyata tidak ditemukan motif seperti ekonomi, maka fakta tersebut juga harus dibuka secara transparan," tegasnya.
Ombudsman juga menilai perlu dilakukan audit keamanan digital terhadap sistem penyimpanan soal, terutama menyusul dugaan bahwa soal ASPD dapat diambil dari file Virtual Hard Disk (VHD) menggunakan teknik tertentu.
Hal ini dinilai menunjukkan adanya potensi celah dalam sistem yang semestinya hanya bisa diakses secara internal oleh pihak berwenang.
Terkait keputusan Disdikpora DIY untuk memberikan bonus nilai pada dua soal yang bocor, Ombudsman menyebut kebijakan tersebut dapat dipahami sebagai respons darurat demi menjaga keadilan kolektif.
Namun, pihaknya juga mencatat adanya potensi ketidakpuasan dari sebagian siswa yang merasa dirugikan.
"Sebagian siswa yang berhasil menjawab dua soal tersebut dengan benar mungkin merasa dirugikan karena skor mereka menjadi setara dengan siswa lain yang tidak menjawab benar," ujarnya. Meski begitu, kebijakan tersebut dinilai dapat diterima sepanjang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan administratif.
Ombudsman mengingatkan bahwa hasil ASPD memiliki dampak langsung terhadap proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sehingga integritas dan transparansi pelaksanaannya menjadi sangat krusial.
Lembaga tersebut menegaskan pentingnya langkah preventif agar kebocoran serupa tidak terjadi kembali dan tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.