6 Dampak yang Timbul Jika RUU TNI Sah Menjadi UU, Potensi Represi Pada Sipil Meningkat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi TNI

Hal ini berpotensi menggeser keseimbangan antara otoritas sipil dan militer dalam pemerintahan demokratis.

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan bahwa revisi ini dapat membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer dalam kehidupan sipil. 

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan yang memungkinkan prajurit aktif menempati posisi sipil di 16 kementerian dan lembaga negara.

"Ya, revisi UU TNI ini sangat berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Hal ini bisa berdampak pada peran militer yang meluas ke ranah politik dan birokrasi," ungkap Bivitri, Minggu (16/3/2025).

5. Pemerintahan Bersifat Militeristik

Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik. 

Ia menyoroti bahwa Pasal 30 UUD 1945 secara jelas mengatur bahwa TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan, bukan di sektor politik atau ekonomi.

Baca juga: SAH, DPR Sahkan RUU TNI jadi Undang-undang, ada 14 Lembaga yang Boleh Diisi Oleh TNI Aktif

"Jika prajurit aktif masuk ke jabatan sipil, maka akan muncul percampuran peran yang bisa merusak prinsip supremasi sipil dalam demokrasi," jelasnya.

Selain itu, revisi UU TNI juga mengusulkan perpanjangan usia pensiun prajurit hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, 60 tahun bagi perwira, serta 65 tahun bagi mereka yang menduduki jabatan fungsional. 

Hal ini memunculkan kekhawatiran akan dominasi militer yang semakin lama di dalam pemerintahan.

6. Tindakan Represif terhadap Sipil

Bivitri menambahkan bahwa salah satu bahaya utama dari kembalinya dwifungsi TNI adalah potensi meningkatnya tindakan represif terhadap masyarakat sipil. 

Sejarah mencatat bahwa di masa Orde Baru, militer tidak hanya bertugas dalam pertahanan negara tetapi juga memiliki peran dalam politik dan ekonomi, yang menyebabkan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

"Tentara profesional harus kuat dalam pertahanan negara, bukan dalam politik dan ekonomi. Jika mereka masuk ke ranah sipil, risiko penggunaan kekerasan dalam kebijakan pemerintahan bisa meningkat," ujarnya.

Dalam sistem demokrasi, transparansi dan partisipasi masyarakat sangat penting. 

Namun, karakteristik militer yang tertutup dan cenderung tidak menerima kritik dinilai bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Berita Terkini