Tren Deflasi Diperkirakan Masih Akan Berlanjut Pada Februari 2025

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TREN DEFLASI: Ilustrasi Deflasi. Pengamat memprediksi tren deflasi masih akan terjadi pada Februari 2025 karena kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen berlangsung hingga bulan tersebut.

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengamat Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo menyebut tren deflasi masih akan terjadi pada Februari 2025. Hal itu karena kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen berlangsung hingga Februari 2025.

Pada Januari 2025 lalu, DIY mengalami deflasi sebesar 0,35 persen (mtm). 

“Februari ini deflasi, tidak jauh berbeda dengan Januari 2025. Karena pemerintah memberikan diskon tarif dasar listrik dua bulan berturut-turut,” katanya, Kamis (27/02/2025).

Selain diskon tarif listrik, kemungkinan harga bahan pokok di DIY selama Februari 2025 juga relatif stabil. Apalagi Februari memasuki musim panen raya, khususnya padi. Sehingga harga beras diperkirakan relatif stabil.

Menurut dia, ketersediaan pasokan juga mencukupi permintaan masyarakat. Sehingga tidak ada kenaikan harga yang signifikan. 

Ia memperkirakan, inflasi justru akan terjadi pada Maret 2025 karena memasuki bulan ramadan. Permintaan masyarakat akan cenderung meningkat, sehingga dapat memicu inflasi.

“Minggu pertama maret kemungkinan harga komoditas naik, seperti telur, beras, dan lain-lain. Terkadang ada harga psikologis, demand ada, pasokan ada, tetapi karena harga psikologis saat ramadan, harga tetap naik. Pembeli juga menerima, dianggap biasa karena ramadan,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Herum Fajarwati menerangkan deflasi yang terjadi pada Januari 2025 lebih dalam dibandingkan Januari 2024, yang saat itu mengalami deflasi 0,02 persen.

Berdasarkan kelompok pengeluaran, deflasi disebabkan oleh perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami deflasi 6,73 persen, dan andil deflasi 1,15 persen. 

“Beberapa kelompok pengeluaran lain mengalami inflasi, namun belum mampu mengimbangi terjadinya deflasi. Inflasi tertinggi pada bulan Januari 2025 terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau 2,24 persen, dan memberikan andil 0,62 persen,” terangnya.

“Kemudian kelompok transportasi memberikan andil 0,04 persen. Dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya memberikan andil inflasi 0,04 persen,” sambungnya.

Andil komoditas dominan yang mendorong deflasi Januari 2025 adalah tarif listrik dengan andil deflasi 1,25 persen. Tarif listrik menjadi pendorong utama deflasi karena adanya subsidi tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan 2.200 VA ke bawah.

“Kebijakan pemerintah nggak mungkin diantisipasi. Kebijakan ini kan hanya dua bulan, Januari hingga Februari, di bulan Maret akan kembali ke kondisi normal lagi,” imbuhnya. (maw)

Berita Terkini