“Kalau nanti coding menjadi pelajaran wajib, tentu kita perlu guru yang khusus, yaitu guru IT yang sudah memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Tentu ini memerlukan persiapan baik dari segi jumlah guru maupun kompetensinya,” jelasnya.
Menurutnya, ini bukan hanya tentang pengenalan teknologi, tetapi juga tentang pengembangan keterampilan berpikir kritis dan logika pada siswa.
Coding membantu siswa melatih kemampuan analisis, menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah, dan berpikir sistematis.
Bahkan, keterampilan ini memiliki potensi luas di berbagai bidang selain teknologi, seperti matematika, sains, hingga seni dan desain.
Selain itu, Didik juga menggarisbawahi bahwa kebijakan ini akan bergantung pada kesiapan masing-masing daerah dan sekolah, terutama dalam hal infrastruktur dan kurikulum.
"Saat ini kita sedang menunggu arahan kebijakan dari pusat. Kita akan siap menyesuaikan, tetapi perlu disesuaikan juga dengan kesiapan tenaga pengajar dan fasilitas yang ada di sekolah," tambahnya.
Penerapan pelajaran coding di sekolah tidak hanya bertujuan menjadikan siswa lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, tetapi juga sebagai langkah untuk mencetak generasi muda yang mampu bersaing di tingkat global.
Beberapa negara seperti India, Jepang, dan Korea Selatan bahkan sudah lebih dulu memasukkan coding dalam kurikulum mereka.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan digital Indonesia dan membangun ekosistem teknologi yang kokoh untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Dengan kesiapan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah seperti DIY, harapan untuk menghadirkan kurikulum yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman ini semakin mendekati kenyataan.
Generasi muda Indonesia tak lagi hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi pengembang dan inovator yang akan membentuk masa depan. (HAN)