Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Era digital memaksa semua sendi kehidupan masyarakat untuk bertransformasi digital agar bisa bertahan.
Termasuk mereka yang hidup di wilayah pesisir Pantai Baron tepatnya di pelosok Desa Kemiri, Kalurahan Kemiri, Kapanewon Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul.
Masyarakat pesisir ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Namun, seiring berkembangnya teknologi pekerjaan yang dilakoni warga pun semakin beragam, salah satunya menjadi pelaku usaha seperti yang dilakukan oleh UMKM KWT Ngudi Sari.
UMKM KWT Ngudi Sari merupakan kelompok usaha wanita yang memproduksi tepung mocaf atau tepung berbahan dasar singkong.
Salah satu anggotanya yakni Vella Qodziah (25), dia mengaku bertranformasi digital menjadi salah satu kunci usahanya tersebut bisa bertahan sampai sekarang.
Dia bercerita, awal mulanya usaha yang dikelola perkelompok sejak 2014 itu, sama sekali tidak bersentuhan dengan digitalisasi. Kemudian, suatu hari ada penyuluhan dari tingkat kabupaten untuk membuat video proses pembuatan tepung Mocaf.
Di mana, video itu berisi mulai dari tahapan proses pemilihan singkong, proses fermentasi, proses penjemuran, hingga menjadi tepung.
Baca juga: Pemda DIY dan Ojol Susun Kajian Tarif dan Regulasi Layanan
"Video itu dishare di salah satu akun YouTube milik Pemkab, dengan mencantumkan alamat usaha dan nomor telpon kami. Ternyata penontonnya banyak dan tertarik untuk membeli produk kami. Akhirnya, banyak yang telepon ke kami untuk pesan itu tepung singkong," paparnya.
Dari reaksi tersebut, pihaknya pun melihat adanya peluang pasar yang lebih besar. Hingga, akhirnya perlahan tapi pasti penjualan dari KWT Ngudi Sari pun beralih ke pemasaran digital.
"Yang awalnya kami hanya jualan dari mulut ke mulut, kemudian ngiderkan jualan door to door dari toko satu ke toko lain. Akhirnya, kami jajal jualan online lewat market place ada di Shopee dan Instagram dengan nama akun NgudiSari_Store,"terangnya.
Vella mengatakan, dari penjualan online tersebut, ternyata permintaan konsumen mulai beragam tidak lagi sebatas tepung Mocaf saja.
Akhirnya, perlahan KWT Ngudi Sari mencoba berkreasi membuat makanan turunan dari tepung Mocaf seperti kukis, maggleng,hingga stik ubi. Ternyata produk turunan itu laku keras.
"Hasilnya dari penjualan online ini mampu menyumbangkan hingga 30 persen dari total penjualan kami,"ujarnya.
Dia mengatakan, paling terasa dampak positif tranformasi digital tersebut saat adanya pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu. Di mana, sebagian besar penjualan dilakukan lewat sistem online.
"Ya itu, kalau dari awal kami tidak memulai bertranformasi digital mungkin pada saat pandemi itu kami bisa jadi tidak bisa bertahan,"terangnya.
Akan tetapi, Vella mengaku, yang belum maksimal mendukung tranformasi digital bagi UMKM seperti dirinya yakni soal akses internet yang belum memadai.
Dia mengatakan, di tempatnya tersebut hanya ada satu jaringan provider saja.
"Ya memang lokasi kami ini cukup sulitnya di atas gunung, jadi memang provider cuma ada satu saja di sini, jadi kadang-kadang sinyalnya juga tidak kuat. Ya kalau bisa dimaksimalkan mungkin akan lebih baik lagi,"ucapnya.
Tak hanya pelaku usaha, tranformasi digital juga dirasakan sektor pendidikan. Sektretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul Agus Sunaryanta mengatakan lingkungan sekolah mau tidak mau memang harus ikut bertranformasi digital.
"Apalagi saat ini, kurikulum yang ditekankan ialah kurikulum merdeka di mana pemanfaatan teknologi menjadi salah satu yang paling diperhatikan,"terangnya.
Dia mengklaim, saat ini untuk jenjang pendidikan tingkat sekolah menengah pertama (SMP) sudah 100 persen terfasilitasi internet. Sedangkan, sisanya untuk tingkat sekolah dasar (SD) baru menyentuh 60 persen saja.
"Menag belum bisa menjangkau semua, terkendala banyak hal paling utama itu kondisi geografis,"ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gunungkidul, Setiyo Hartato mengatakan, sebanyak 1.401 titik layanan internet gratis untuk mendorong tranformasi digital di masyarakat.
"Internet gratis itu kami sebar ke beberapa titik mulai dari perangkat daerah, kapanewon, kalurahan, sekolah, puskesmas, balai penyuluhan pertanian, balai padukuhan, pasar tradisional, destinasi wisata, taman kuliner," tuturnya.
Ia melanjutkan, termasuk ke wilayah pesisir pantai untuk memperkuat layanan internet gratis dengan melibatkan sektor lain.
"Wilayah pesisir ada 3 klaster jaringan internet gratis yang difasilitasi itu ada milik kominfo DIY, milik Kominfo RI / Bhakti, dan milik kominfo Gunungkidul. Jadi, kami juga mendorong agar masyarakat Gunungkidul di pesisir juga bisa melek digital," terangnya.
Layanan internet gratis ini, kata dia, bertujuan untuk menciptakan ekosistem digital dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di segala bidang.
"Kami ingin dengan adanya internet gratis ini bisa menciptakan peluang-peluang yang baik bagi masyarakat," tandanya. (ndg)