TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lembaga Rifka Annisa Women's Crisis Center (WCC) mengapresiasi pengesahan Undang-undang (UU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).
Salah satu yang mendapat sorotan dari produk hukum ini adanya jaminan seorang ibu mendapat hak cuti melahirkan selama enam bulan.
Direktur Rifka Annisa WCC Indiah Wahyu Andari, mengatakan aturan ini perlu diapresiasi dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak dimasa yang akan datang.
"Karena 6 bulan pertama cukup krusial bagi perkembangan dan pertumbuhan anak dimasa awal kehidupan, dan memberikan waktu yang cukup bagi Ibu terpenuhi hak-haknya untuk pulih serta memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak," katanya, dihubungi Rabu (5/6/2024).
Namun Rifka Annisa WCC melihat adanya kelemahan pada undang-undang ini lantaran butir pasal tersebut hanya memfasilitasi pekerja formal saja.
"Kelemahannya ayat ini baru menyasar pada perempuan yang bekerja di sektor formal, dan belum mencakup yang bekerja di sektor informal atau domestik, sehingga berpotensi menimbulkan diskriminasi perempuan," ungkapnya.
Sebab itu menurut Indiah perlu dipastikan agar semua ibu mendapatkan haknya dan siapa yang akan bertanggung jawab memenuhinya.
Baca juga: UU KIA Disahkan, MPBI DIY Sampaikan Sejumlah Catatan Penting
Implementasi UU ini untuk sektor formal lebih mudah karena acuannya berdasarkaj UU KIA.
"Kalau di sektor informal, perlu sosialisasi kepada semua pihak terkait UU KIA dan substansinya, sehingga semua pihak yang terkait sektor informal akan melakukan upaya bersama dalam rangka memenuhi hak-hak ibu dan anak," terang Indiah.
Dalam hal ini, menurut Indiah peran otoritas setempat mulai dari pemerintah daerah dan otoritas dalam tingkatan yang lebih kecil RT, RW, dukuh, lurah, dalam menegakkan UU sangat diperlukan.
"Terutama untuk memastikan pengguna jasa beberapa pekerjaan informal seperti ART, buruh migran, petani, nelayan, dsb, memenuhi hak-hak ibu," imbuhnya.
Indiah menegaskan semua pihak baik itu kementerian, dinas, perusahaan, rumah tangga, pengguna jasa pekerja perempuan harus turut mengawasi implementasi undang-undang KIA.
Dia menyebut, undang-undang ini selaras dengan prinsip sustainability.
Apalagi saat ini banyak persyaratan investasi melihat upaya perusahaan dalam menjalankan prinsip sustainability.
Salah satunya adalah melihat perimbangan gender diperusahaan, baik di level pekerja maupun manajemen.