TRIBUNJOGJA.COM - Permainan tradisional “Ambung Gile” atau “Ambung Gila” telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia (RI) pada 2019 lalu.
Ambung Gile adalah permainan tradisional asal Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri).
Selain dikenal sebagai Ambung Gile, masyarakat juga mengenal permainan ini sebagai “Dang Lukah” atau “Tari Ambung”.
Permainan ini menjadi menarik lantaran ada hal magis di dalamnya.
Siapa yang boleh memainkan Ambung Gila?
Mengutip laman resmi Kemendikbud RI, warisanbudaya.kemdikbud.go.id, permainan Ambung Gilo dilakukan oleh laki-laki yang sudah dewasa.
Biasanya, ada 2 - 3 orang laki-laki dewasa yang memainkan permainan ini.
Tak lupa, ada dukun atau bomo yang akan ikut berpartisipasi dalam permainan Ambung Gilo. Bomo akan memimpin permainan Ambung Gila.
Permainan tradisional Ambung Gila tidak bisa diikuti sembarang orang. Selain itu, tidak setiap orang mampu menjadi bomo atau dukun.
Diperlukan keyakinan, keberanian, dan kekuatan mental jika ingin memainkan Ambung Gila.
Pemain harus menghadapi kemungkinan-kemungkinan hal-hal gaib yang mungkin saja terjadi saat permainan dilaksanakan.
Alat yang dibutuhkan untuk bermain Ambung Gila
Alat yang dibutuhkan untuk memainkan permainan tradisional Ambung Gila meliputi :
- Ambung / lukah (keranjang besar yang dibuat dari anyaman rotan)
- Setanggi / dupa / kemenyan
- Talam tembaga atau alumunium
Cara bermain Ambung Gila
Untuk memainkan Ambung Gilo, pemain akan memegang ambung, kemudian dukun atau bomo akan mengelilingi pemain sebanyak 3 kali sambil membacakan doa dan mantra.
Pembacaan mantra dilakukan tanpa bersuara. Bomo akan membacakan mantra dan doa dalam hati. Suara bomo tidak akan didengar oleh orang lain.
Mantra tersebut dibacakan oleh bomo dengan tujuan memanggil roh agar masuk ke dalam ambung.
Roh akan datang pada saat mantra dibacakan oleh bomo.