TRIBUNJOGJA.COM - Penghayat kepercayaan di Kota Yogyakarta , khususnya dari kalangan Kerokhanian Sapta Darma , akhirnya bisa bernafas lega setelah tempat peribadatannya berkekuatan hukum.
Bagaimana tidak, setelah menanti lebih dari 60 tahun, Sanggar Candi Sapta Rengga , yang berlokasi di Surokarsan, Mergangsan, Kota Yogyakarta , mendapat Surat Hak Milik (SHM) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI, Selasa (26/12/23).
Sebagai informasi, peletakan batu pertama Sanggar Candi Sapta Rengga sudah dilakukan oleh Panutan Agung Sri Gutama pada 7 Juni 1960 silam.
Staf Ahli Kementerian ATR/BPN, Ariyo Bimmo Soedjono, mengatakan, bahwa penyerahan SHM untuk Sanggar Candi Sapta Rengga merupakan peristiwa bersejarah dalam perjalanan penghayat kepercayaan di tanah air.
"Berbagai upaya kita lakukan untuk mensertifikasi tempat-tempat di mana nama Tuhan diagungkan. Kita mengalami banyak kemajuan, kerjasamanya luar biasa dengan Kemendikbudristek," katanya.
Menurutnya, Kementerian ATR/BPN sejauh ini telah menemukan formulasi yang tepat untuk memberikan SHM bagi rumah-rumah peribadatan penghayat kepercayaan di seantero Indonesia.
Sehingga, SHM untuk Sanggar Candi Sapta Rengga di Kota Yogyakarta ini membuka peluang bagi seluruh penghayat kepercayaan, supaya bisa beribadah di tempat yang terjamin kepastian hukumnya.
Baca juga: Disdukcapil Magelang Terbitkan 442 Revisi Kolom Agama pada KTP Penganut Kepercayaan Penghayat
"Ini pecah telor. Ketika sudah jadi konfensi, kami tetapkan SOP-nya, sehingga penghayat kepercayaan di daerah lain tinggal menunggu, setelah ini ada lagi yang akan diproses," ucapnya.
Sementara, Ketua Badan Pengurus Yayasan Srati Darma Pusat, I Made Wardana, menandaskan, Sanggar Candi Sapta Rengga merupakan pusat penyebaran dan pembinaan warga Sapta Darma di Indonesia.
Dijelaskaannya, gedung tersebut dapat menampung 500 orang sekaligus, untuk menggelar rangkaian peribadatan sujud kerokhanian, dengan disertai deretan fasilitas penunjang lainnya.
"Misalnya penginapan, sekretariat, serta tempat diklat untuk kebutuhan anak-anak kami, atau generasi yang akan datang," ungkapnya.
Terang saja, pihaknya pun menyambut baik penyerahan SHM yang sudah dinantikan sejak lama, oleh seluruh warga Sapta Darma .
Bukan tanpa alasan, dengan menggunakan nama yayasan sebagai pemilik sanggar, biaya-biaya seperti pajak bumi dan bangunan, air, serta listrik, bakal mendapat banyak keringanan.
Selain itu, berkaca dari kejadian-kejadin sebelumnya, banyak sertifikat tanah yang dijadikan jaminan di lembaga keuangan perbankan, sehingga tidak sedikit sertifikat dan aset yang hilang dikerenakan aset perorangan.
Karenanya, Wardana menyampaikan, pihaknya telah mengajukan sebanyak 228 sertifikat pada Kementerian ATR untuk dibaliknamakan dan menjadi SHM.
"Harapannya akan berlanjut di seluruh Indonesia. Sehingga, penghayat kepercayaan bisa mendapat hak yang sama untuk beribadah dengan suasana aman, tentram dan kondusif," ujarnya. ( Tribunjogja.com )