Berita Jogja Hari Ini

Perundungan Jadi Salah Bentuk Kekerasan, DP3AP2 DIY Dorong Korban Untuk Lapor

Penulis: Christi Mahatma Wardhani
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi dan Komisi D DPRD DIY, Imam Priyono D Putranto dalam Family Talk.

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bullying atau perundungan bisa terjadi dimana saja dan menimpa siapa saja.

Menurut Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, bullying atau perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja.

Bisa menyakiti secara psikis, fisik, maupun seksual. Perundungan biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki relasi kuasa. 

Baca juga: Kembangkan Jaket Pengaman Berkendara, Mahasiswa UGM Berinovasi Ciptakan J-Force

Erlin menyebut perundungan memiliki sejumlah dampak negatif bagi korban perundungan. 

"Dampaknya sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup korban, bisa psikis, bisa fisik. Dan biasanya dampaknya lama, menimbulkan trauma. Bisa berdampak dari sisi kesehatan, mungkin kesehatan mental yang terganggu, sehingga merembet ke kesehatan fisik," katanya dalam Family Talk. 

"Bagi pelajar yang menjadi korban bullying, prestasi belajar bisa menurun. Apalagi pelakunya teman satu sekolah, atau guru di sekolah, bertemu setiap hari. Kalau melihat pelaku setiap hari, juga berefek pada psikis korban," sambungnya. 

Ia melanjutkan perundungan juga bisa terjadi di dalam keluarga. Yang menjadi pelaku perundungan bisa saja orang dewasa di dalam keluarga tersebut, atau yang memiliki relasi kuasa lebih kuat. Perundungan bisa terjadi pada orangtua kepada anak, mertua kepada menantu, atau istri kepada suami. 

Korban perundungan bisa menjadi sosok yang rendah diri dan tidak percaya diri. Sehingga ia mendorong agar korban perundungan mau melaporkan kepada UPT Perlindungan Perempuan dan Anak, baik DIY maupun kabupaten/kota. Pihaknya pun bakal merahasiakan identitas korban. 

"Karena kalau nggak speak up, kualitas hidup korban bisa menurun. Kami memiliki psikolog untuk konseling juga. Tidak harus korban yang melaporkan, lingkungan sekitar korban juga boleh melapor. Kami siap membantu," lanjutnya. 

Penyebab pelaku melakukan perundungan pun beragam. Bisa jadi pelaku tumbuh di keluarga dengan pola asuh yang kurang baik atau pernah mengalami kekerasan dalam keluarga. Hal itu membuat pelaku memendam emosi negatif, sehingga melampiaskan pada orang lain. 

Kurangnya pendidikan empati dan menjadi korban kekerasan dalam keluarga juga membuat pelaku perundungan merasa tindakan kekerasan yang dilakukan adalah wajar. 

Pelaku perundungan mungkin pernah atau sering melihat kekerasan, sehingga meniru perbuatan tersebut. Tidak sedikit pula pelaku perundungan melakukan hal negatif karena ingin diperhatikan. 

"Sering kali pelaku bullying ingin dianggap lebih, dianggap populer di kelompoknya. Ada juga yang melakukan bullying karena ingin diterima di dalam suatu kelompok. Ada yang terpengaruh gim kekerasan, sehingga meniru di dunia nyata," ungkapnya. 

Komsisi D DPRD DIY, Imam Priyono D Putranto menerangkan korban perundungan perlu mendapat pendampingan psikolog, sehingga di masa yang akan datang, korban tidak merasa dendam dan justru menjadi pelaku. 

Halaman
12

Berita Terkini