Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DI Yogyakarta menyebut masih adanya ketidaksinkronan antara Undang-undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dengan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Ketidaksinkronan itu menyebabkan banyak pasien yang tidak tertangani.
“Kami harus menaati pemerintah lewat UU Kesehatan, tapi di sisi lain kemauan pemerintah itu belum sinkron dengan regulasi yang mengikutinya, UU BPJS,” terang Ketua Persi DIY, Dr. dr. Darwito, SH, Sp.B (K) Onk, kepada wartawan, Senin (15/8/2023).
Dia mengatakan, Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menyiapkan layanan Catheterization Laboratory (Cathlab) yang sering disebut juga katerisasi jantung.
Darwito yang juga Direktur Utama RSA UGM menjelaskan pihaknya sudah berinvestasi kurang lebih Rp 25 miliar untuk membangun lab itu.
Akan tetapi, baru ada satu pasien yang bisa menggunakan fasilitas tersebut meski hampir setahun sejak didirikan.
Dia menjelaskan mahalnya biaya yang mesti dikeluarkan pasien bisa menjadi alasan kenapa lab itu sepi.
“Para peserta BPJS Kesehatan belum bisa mengakses lab itu lantaran RSA UGM juga masih harus tunggu persetujuan kredensial,” tuturnya
Baca juga: Ganjar Pranawo Berkunjung ke Tokoh Lintas Agama di Magelang untuk Pamitan
Adapun persetujuan telah diproses sejak bulan Mei 2023.
Dia berharap kerja sama RSA UGM dengan BPJS Kesehatan bisa segera terlaksana.
Dengan begitu, hak para peserta BPJS Kesehatan yang ingin melakukan pemeriksaan jantung dapat terpenuhi.
Dia berharap ada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Salah satu solusinya, adanya opsi sharing 50-50. Masyarakat bisa membayar 50 persen dari total dengan subsidi 50 persen dari pemerintah.
Dia berharap, Cath Lab RSA UGM yang telah memiliki fasilitas pendukung dan perizinan yang sudah lengkap tersebut bisa segera dinikmati masyarakat.