Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Universitas Gadjah Mada ( UGM ) memiliki sejumlah cara untuk mengatasi persoalan sampah yang sedang menjadi pembicaraan hangat di DI Yogyakarta .
Koordinator bidang Kehumasan UGM , Dina W Kariodimedjo Ph.D mengatakan, UGM telah mengembangkan strategi pengolahan sampah secara mandiri dan berwawasan lingkungan.
“Hal menjadi komitmen UGM dalam menyukseskan program pemerintah dalam mewujudkan terbentuknya kota berkelanjutan seperti dalam rencana aksi SDGs poin ke-11 dengan salah satu indikator kota berkelanjutan adalah pengelolaan sampah solid yang baik,” kata Dina kepada wartawan, Selasa (25/7/2023).
Ia menjelaskan, salah satu langkah yang dilakukan UGM dalam pengelolaan sampah secara mandiri adalah pengembangan fasilitas pengolahan sampah organik menjadi kompos sejak 2011 silam di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM , di Desa Kalitirto, Kapanewon Berbah, Sleman.
“Lalu pada tahun 2016, UGM juga mendirikan Rumah Inovasi Daur Ulang (RinDU) yang menjadi laboratorium daur ulang sampah dan limbah dengan konsep pengolahan sampah berbasis 3R atau Reduce, Reuse, Recycle,” beber dia.
Baca juga: Ini Penjelasan Pakar UGM Agar Pemerintah Tak Jadikan Cangkringan Tempat Penampungan Sampah Sementara
Adapun pengelolaan sampah dilakukan dengan beberapa metode.
Metode tersebut diantaranya adalah komposting untuk pengolahan sampah organik menjadi pupuk, metode pirolisis untuk pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar, dan mengguankan incinerator untuk pengolahan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Tak hanya itu, PIAT UGM berkolaborasi dengan sejumlah mitra juga membuat sistem pengelolaan limbah masker dan sarung tangan plastik selama pandemi Covid-19.
Sistem tersebut adalah Dropbox-Used Mask (Dumask) yang bertujuan menyediakan jalur pembuangan masker dan sarung tangan bekas dari masyarakat umum yang aman dan ramah lingkungan.
Dropbox diletakkan di sejumlah lokasi lalu petugas akan mengambil sampah medis untuk dihancurkan dengan pemanasan bersuhu tinggi (pirolisis).
“Ada juga mesin pencacah plastik yang bisa dipakai sebagai bahan campuran aspal. Alat itu diciptakan oleh peneliti Fakultas Teknik UGM ,” terangnya.
Peneliti itu adalah Muslim Mahardika, Ph.D dan melibatkan peneliti lain.
Mesin pencacah plastik kresek ini dibuat pada awal 2018 silam untuk mengolah sampah plastik menjadi produk bernilai tambah, termasuk mengurangi sampah plastik yang ada di masyarakat.
Hasil cacahan plastik tersebut sebagai bahan daur ulang plastik yang digunakan oleh pabrik daur ulang plastik dan juga sebagai bahan campuran aspal.