Sistem Zonasi PPDB di DIY Bakal Dievaluasi, Disdikpora: Harus Beri Keadilan untuk Masyarakat

Penulis: Ardhike Indah
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi PPDB

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Indonesia mendapat cukup banyak pro dan kontra dari orangtua murid.

Apalagi, masih ada sejumlah masalah dalam pelaksanaan sistem zonasi, termasuk di antaranya polemik status famili lain dalam KK dalam proses PPDB.

Famili Lain adalah sebutan untuk fenomena calon siswa yang berpindah Kartu Keluarga (KK) untuk beralamat di dekat sekolah demi lolos PPDB zonasi.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Didik Wardaya menjelaskan, zonasi di DIY akan dievaluasi sesuai dengan masalah yang ada di lapangan.

“Setiap tahun pasti ada evaluasi PPDB. Tahun ini, bagaimana mengatasi alamat KK-nya ada di satu tempat dekat sekolah, tapi anaknya tidak ada di situ,” kata Didik ketika dihubungi, Senin (17/7/2023).

Dijelaskan Didik, ada beberapa masalah zonasi yang ditemukan di lapangan.

Salah satunya, KK siswa tidak jadi satu dengan orangtua, sementara, siswa iyu tinggalnya jadi satu dengan orangtua. Begitupula dengan masalah sebaliknya.

"Hal begini kan harus dipikirkan juga solusinya," terangnya.

Dia mengatakan, PPDB akan dievaluasi setiap tahun, tapi bukan berarti sistem zonasi akan dihapus.

Sebab, tujuan utama dari zonasi adalah memberi keadilan untuk semua masyarakat.

“Konsepnya, jangan semata-mata yang dekat terus diterima, tapi bagaimana daerah yang mungkin jauh dan tidak ada sekolah di situ, siswanya tetap bisa terakomodasi untuk mendapatkan sekolah,” jelas Didik.

Dalam konteks zonasi, kata dia, ada kebutuhan untuk pemerataan input siswa. Artinya, siswa dengan kategori cerdas dan biasa saja bisa berada di satu sekolah sesuai zonasi.

“Kalau dulu, sebelum zonasi, anak yang kategori cerdas kan jadi satu. Kalau semua inputnya bagus, mungkin saja proses belajar mengajar di dalam sekolah itu kurang bagus karena budaya belajarnya sudah baik. Hasilnya pun tetap baik,” katanya.

“Maka, dengan zonasi ini, input siswa merata, jadi bisa diperbaiki proses pembelajaran di sekolah,” terangnya.

Didik mengungkap, adanya pemerataan input bisa menyadarkan sekolah untuk meningkatkan proses pembelajaran.

Ada siswa dengan kategori kecerdasan biasa saja yang tetap memerlukan perhatian dari sekolahnya. (*)

Berita Terkini