Berita Sleman Hari Ini

Pedagang Hingga Pemkab Sleman Tanggapi Soal Larangan Thrifting

Penulis: Neti Istimewa Rukmana
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemilik thrifting dengan lebel Cebong Stuff, Yohanes Dion (24) sedang menunjukkan baju bekas impor di tempat usahanya, Senin (20/3/2023).

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pemerintah Indonesia menekankan soal larangan penjualan baju bekas impor atau thrifting.

Di mana hal itu dilakukan dengan menimbang keberadaan bisnis thrifting dapat mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Hal itupun membuat pedagang thrifting di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta merasa dilema.

Baca juga: PWI Kabupaten Magelang Tebar Benih Ikan dan Tanam Pohon Pada Puncak Peringatan HPN 2023

"Kalau saya dari kemarin itu masih landai-landai saja, maksudnya saya tidak terlalu ambil pusing juga. Satu sisi juga dilematis dengan kebutuhan (pedagang thrifting). Begini, kita lihat pemerintah juga ada benarnya. Artinya ini kalau dibiarkan menjamur bisa mengancam UMKM dan bisnis-bisnis tekstil lokal juga," ucap satu di antara pedagang thrifting yang berada di Jalan Kebon Agung, Kalurahan Tlogoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Fiqrila Alwalid (35) kepada wartawan, Senin (30/3/2023).

Namun demikian, ia berharap, pemerintah bisa mengatasi persoalan itu lebih adil dan serius.

Disampaikannya, apabila pemerintah menidak tegas soal larangan penjualan baju bekas impor, maka hal itu harus ditertibkan dan diberikan solusi untuk pedagang thrifting yang sudah terlanjur menjalankan usaha tersebut.

"Terkait barang yang kami punya hari ini, kami sih berharap kalau pemerintah mau menertibkan ya ada kompensasinya. Kalau memang benar-benar mau dimusnahkan," pesannya.

Fiqrila sendiri sebenarnya telah menjalankan usaha tersebut sejak tiga tahun yang lalu.

Menurutnya, grafik penjualan baju bekas impor atau yang dikenal dalam bahasa jawa berupa awul-awul itu sangat bagus.

"Saya lihat juga dua tahun terakhir ini thritfing tumbuh subur banget," tuturnya.

"Setiap bulan itu kalau periode satu sampai dua tahun yang lalu biasanya barang bisa datang sekitar tiga sampai empat ball. Perball itu beratnya 100 kilogram. Dan penjualan setiap bulan itu memang fantastis, bisa di angka Rp18 juta setiap bulan. Bahkan di momen-momen menjelang lebaran seperti ini kadang bisa closing di angka Rp55-Rp60 juta dalam waktu tiga minggu," imbuh Fiqrila.

Ia pun menjelaskan, bawa 99,9 persen awul-awul itu merupakan barang impor dan brendit dari luar negeri.

Produk itu diambil menimbang banyaknya peminat yang menjadi baju bekas impor dengan harga terjangkau dan kualitas bahan maupun jahitan yang baik.

"Contoh semple ini, celana chinos dari Korea. Itu banyak diminati. Bahkan ekstrimnya ini kalau saya lihat dari teman-teman (penjual thrifting) mereka bisa memasukkan barang dari Perancis. Jadi memang ada juga mendatangkan barang-barang dari Eropa. Artinya bukan dari lingkup Asia saja barangnya masuk, tapi ada dari lingkup Eropa juga," jelas dia.

Sementara itu, Pemilik thrifting lainnya dengan lebel Cebong Stuff yang berada di Jalan Kebon Agung, Yohanes Dion (24) menanggapi persoalan peraturan penjualan baju bekas impor itu dengan santai.

Halaman
12

Berita Terkini