Oleh karena itu, sekolah butuh tambahan dana dari peserta didik maupun alumni atau sponsor.
"Namun sekolah tidak boleh mengadakan pungutan sekehendak hati. Yang pertama bahwa sumbangan dari masyarakat atau siswa itu harus untuk menutupi kekurangan biaya dengan pendapatan sekolah. Dan tidak bokeh dibagi rata nominalnya," jelas Aji, di Kepatihan.
Baca juga: Soal Pungutan di Sekolah Negeri Yogyakarta, Sekda DIY: Kepala Disdikpora Berhak Menegur
Pasalnya, terdapat siswa dengan ekonomi mampu dan tidak mampu.
Meratakan nominal sumbangan sekehendak hati jelas akan memberatkan siswa.
"Siswa tidak mampu gak boleh diberi beban atau kalau diberi beban harus lebih ringan," ungkapnya.
"Kalau sekolah sudah melakukan pungutan, kemudian tidak terjangkau oleh peserta didik itu salah dilakukan. Tapi kalau dia hanya menutup terhadap RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) dan disusun bersama komite lalu disahkan dinas tentu itu menjadi ada kata-kata kekurangan dibebankan masyarakat," sambung Baskara Aji.
Hal terpenting, lanjut Baskara Aji, prinsip transparansi harus diwujudkan oleh pihak sekolah.
"Jadi saat melaksanakan hal-hal diluar kurikulum itu harus bersama komite. Kalau ada pihak lain memantau ya silakan saja asal enggak mengganggu," tegasnya.
Langkah tegas terhadap sekolah-sekolah yang melanggar ketentuan dengan cara menarik pungutan biaya, dijelaskan Baskara Aji itu menjadi kewenangan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY.
Menurut Baskara Aji, Disdikpora DIY berhak memberi teguran kepada sekolah-sekolah yang melanggar ketentuan itu.
Sementara Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya saat dimintai tanggapan masih belum bersedia memberi jawaban secara mendetail.
"Nanti saja kalau sudah dirapatkan sekalian. Pergub (yang mengatur itu) juga masih kami bahas," pungkasnya. (hda)