Berita Kriminal

Beberapa Anggota Polrestabes Makassar Langgar Kode Etik Terkait Kematian Remaja TO Kasus Narkoba

Penulis: Tribun Jogja
Editor: Yoseph Hary W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Kriminalitas

TRIBUNJOGJA.COM - Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Komang Suartana, mengatakan enam anggota Satuan Narkoba Polrestabes Makassar terbukti melakukan pelanggaran kode etik saat menangkap seorang pemuda asal Makassar bernama Muh Arfandi Ardiansyah (18).

Arfandi, warga Jalan Kandea 2, Kelurahan Bunga Eja Beru, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, itu tewas setelah ditangkap anggota Polrestabes Makassar terkait kasus dugaan narkoba, Senin (15/5/2022) dinihari.

Sekujur tubuh Arfandi penuh luka memar lebam diduga penganiayaan dan penyiksaan.

Orangtuanya tak terima setelah melihat jenazah putranya dalam kondisi babak belur seperti korban penganiayaan.

DUKA CITA - Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budhi Haryanto bersama Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Agoeng Adi Koerniawan saat konferensi pers di Mapolrestabes Makassar, Jl Ahmad Yani, Senin (16/5/2022) siang. (MUSLIMIN/TRIBUN TIMUR)

Baca juga: TO Narkoba Arfandi Tewas, Kabid Humas Polda Sulsel: 6 Anggota Polrestabes Makassar Langgar Kode Etik

Enam anggota Satresnarkoba Polrestabes Makassar pun dinyatakan melanggar kode etik terkait kematian target operasi (TO) kasus narkoba, Muhammad Arfandi Ardiansyah (18). 

Pelanggaran kode etik seperti apa, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Komang Suartana mengatakan para anggota tersebut lalai dalam mengamankan tersangka.

Menurutnya, perihal dugaan penganiayaan terhadap Arfandi masih dalam proses propam.

Namun terkait hal itu, katanya, enam anggota Polrestabes Makassar lalai dalam melaksanakan tugas.

Reaksi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Baca juga: Pengakuan Getir Ayah Remaja yang Tewas Setelah Ditangkap Polisi di Makassar: Jenazahnya Babak Belur

Menanggapi kejadian yang menimpa Arfandi, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu memandang, praktik petugas yang mengakibatkan kematian seseorang mustahil dihilangkan jika tidak ada perubahan mendasar melalui revisi KUHAP.

Revisi ini, menurutnya, sebagai usaha untuk mengakhiri akar penyebab masalah tersebut, karena kewenangan kepolisian yang begitu besar untuk melakukan penahanan tanpa ada mekanisme pengawasan yang ketat.

“Terlebih ketika kantor kepolisian juga digunakan sebagai tempat penahanan,” kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).

Erasmus menjelaskan, Pasal 22 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP menyebutkan bahwa penahanan di kantor kepolisian hanya diperbolehkan dilakukan apabila di daerah tersebut belum terdapat rumah tahanan negara.

Artinya, penahanan kepolisian bersifat sementara dan bukan suatu hal yang biasa.

Erasmus mengatakan, ketika penahanan dilakukan di kantor kepolisian, kontrol penuh terhadap tersangka ada di tangan penyidik dengan kepentingan penegakan hukum guna memperoleh bukti untuk memperkuat perkaranya.

Baca juga: Perwira dan 7 Anggota Polrestabes Makassar Diperiksa Terkait Remaja Tewas Setelah Ditangkap Polisi

Dalam kondisi seperti itu, tidak dapat dipungkiri kekerasan, mulai yang dilakukan secara verbal dalam bentuk intimidasi hingga fisik, sangat rentan terjadi.

Dalam perubahan KUHAP ke depan, Erasmus mengusulkan agar penahanan di kantor kepolisian harus dilarang.

“Sebab, dalam konteks ini akan membuka peluang terjadinya incommunicado detention, atau praktik penahanan tanpa komunikasi dengan dunia luar,” ungkap Erasmus.

Untuk itu, Erasmus menyatakan, otoritas yang mengelola tempat penahanan harus dipisahkan dengan otoritas yang melakukan penyidikan.

Hal ini harus dijamin untuk memastikan proses cek dan keseimbangan dapat berjalan dalam penahanan pra persidangan.

Menurutnya, jaminan ini harus ada dalam KUHAP untuk menghindari adanya praktik-praktik penyiksaan dan pemeriksaan di waktu yang tidak wajar.

“Sebagaimana terjadi di dalam kasus-kasus penyiksaan yang ada saat ini,” imbuh dia.

Anggota terbukti langgar kode etik 

Baca juga: Cerita Ayah Remaja yang Tewas Setelah Ditangkap di Makassar: Awalnya Mendapat Telepon dari Polisi

Kombes Polisi Komang Suartana mengatakan, enam anggota Satuan Narkoba Polrestabes Makassar terbukti melakukan pelanggaran kode etik saat menangkap seorang pemuda asal Makassar bernama Muh Arfandi Ardiansyah (18).

Seperti diketahui, Arfandi ditangkap atas tuduhan mengedarkan narkoba. Namun, usai ditangkap, Arfandi dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa dengan kondisi jenazah yang menyedihkan.

Komang mengatakan, enam anggota polisi tersebut dianggap melakukan pelanggaran kode etik kepolisian berdasarkan hasil pemeriksaan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel.

“Dari hasil pemeriksaan propam, enam orang anggota satuan narkoba diamankan oleh Kapolrestabes Makassar karena pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus tersebut,” kata Komang saat dikonfirmasi, Selasa (18/5/2022) malam.

Namun, Komang tak menjelaskan pelanggaran penangkapan seperti apa yang dimaksud.

Terkait dugaan penganiayaan terhadap Arfandi, Komang mengaku masih dalam pendalaman.

“Pelanggaran disiplin yakni lalai dalam mengamankan tersangka. Soal penganiayaan terhadap Arfandi, masih dalam proses propam. Tapi dalam kaitannya itu, enam anggota Polrestabes Makassar lalai dalam melaksanakan tugas. Sampai sekarang, belum ada informasi terkait penganiayaan itu,” jelasnya.

Baca juga: Tim Dokpol Biddokkes Temukan Luka di Tubuh TO Narkoba, Propam Periksa 8 Anggota Polrestabes Makassar

Sebelumnya diberitakan, Muh Arfandi Ardiansyah (18), warga Jl Kandea 2, Kelurahan Bunga Eja Beru, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, tewas setelah ditangkap anggota Polrestabes Makassar terkait kasus dugaan narkoba, Senin (15/5/2022) dini hari.

Mukram, ayah Muhammad Arfandi Ardiansyah (18), menduga anaknya disiksa hingga meninggal setelah ditangkap polisi dengan tuduhan kasus narkoba.

Mukram mengatakan, dia melihat jenazah Arfandi penuh luka memar dan lebam di sekujur tubuh.

Bahkan tangan Arfandi patah serta telinganya mengeluarkan darah.

"Setelah melihat mayat anak saya, luar biasa luka-lukanya di sekujur tubuh. Babak belur, telinga keluar darah, tangan patah dan bengkak. Begitu juga kedua kaki, bengkak bekas di pukul. Jadi saya lihat luka-lukanya, bukan saja dipukul, tapi juga disetrum," katanya, saat ditemui di rumahnya di Jl Kandea 2, Kelurahan Bunga Eja Beru, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Senin (16/5/2022).

Sementara, pihak kepolisian menyebut Arfandi tewas karena sesak napas usai ditangkap pihak kepolisian.

Baca juga: Duka Cita Kapolrestabes Makassar untuk Kematian TO Narkoba, Biddokkes Ungkap Penyebab Luka Almarhum

(*/ )

Artikel tayang di https://nasional.kompas.com/read/2022/05/18/icjr-dorong-revisi-kuhap-menyusul-kematian-pemuda-makassar-usai-ditangkap?page=all#page2 dan https://makassar.kompas.com/read/2022/05/18/jenazah-arfandi-dipulangkan-dalam-keadaan-menyedihkan-6-polisi-makassar

Berita Terkini