TribunJogja - Sifat malu adalah sifat dimana seseorang menahan dirinya terhadap sesuatu perkara yang belum diberi kewenangan atau izin.
Rasa malu juga dapat timbul ketika seseorang ingin memulai pembicaraan dengan seseorang yang baru ia kenal, lantas apa hukumnya sifat malu dalam konteks Islam?
Mari simak Ayat Al - Qur'an Berikut ini :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسْتَحْىِۦٓ أَن يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرًا وَيَهْدِى بِهِۦ كَثِيرًا ۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا ٱلْفَٰسِقِينَ
Innallāha lā yastaḥyī ay yaḍriba maṡalam mā ba'ụḍatan fa mā fauqahā, fa ammallażīna āmanụ fa ya'lamụna annahul-ḥaqqu mir rabbihim, wa ammallażīna kafarụ fa yaqụlụna māżā arādallāhu bihāżā maṡalā, yuḍillu bihī kaṡīraw wa yahdī bihī kaṡīrā, wa mā yuḍillu bihī illal-fāsiqīn
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan:
"Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. Surat Al-Baqarah Ayat 26
Kemudian Firman Allah yang kedua :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتَ ٱلنَّبِىِّ إِلَّآ أَن يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَٰظِرِينَ إِنَىٰهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَٱدْخُلُوا۟ فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَٱنتَشِرُوا۟ وَلَا مُسْتَـْٔنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى ٱلنَّبِىَّ فَيَسْتَحْىِۦ مِنكُمْ ۖ وَٱللَّهُ لَا يَسْتَحْىِۦ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَٰعًا فَسْـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَن تُؤْذُوا۟ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓا۟ أَزْوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعْدِهِۦٓ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا
Yā ayyuhallażīna āmanụ lā tadkhulụ buyụtan-nabiyyi illā ay yu`żana lakum ilā ṭa'āmin gaira nāẓirīna ināhu wa lākin iżā du'ītum fadkhulụ fa iżā ṭa'imtum fantasyirụ wa lā musta`nisīna liḥadīṡ, inna żālikum kāna yu`żin-nabiyya fa yastaḥyī mingkum wallāhu lā yastaḥyī minal-ḥaqq, wa iżā sa`altumụhunna matā'an fas`alụhunna miw warā`i ḥijāb, żālikum aṭ-haru liqulụbikum wa qulụbihinn, wa mā kāna lakum an tu`żụ rasụlallāhi wa lā an tangkiḥū azwājahụ mim ba'dihī abadā, inna żālikum kāna 'indallāhi 'aẓīmā
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. Surat Al-Ahzab Ayat 53
Hadis penjelasan tentang rasa malu:
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang dari ucapan nabi terdahulu adalah : Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka. Riwayat Bukhori)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits
1. Malu merupakan tema yang telah disepakati oleh para nabi dan tidak terhapus ajarannya.
2. ika seseorang telah meninggalkan rasa malu, maka jangan harap lagi (kebaikan) darinya sedikitpun.
3. Malu merupakan landasan akhlak mulia dan selalu bermuara kepada kebaikan. Siapa yang banyak malunya lebih banyak kebaikannya, dan siapa yang sedikit rasa malunya semakin sedikit kebaikannya.
4. Rasa malu merupakan prilaku dan dapat dibentuk. Maka setiap orang yang memiliki tanggung jawab hendaknya memperhatikan bimbingan terhadap mereka yang menjadi tanggung jawabnya.
5. Tidak ada rasa malu dalam mengajarkan hukum-hukum agama serta menuntut ilmu dan kebenaran .
6. Diantara manfaat rasa malu adalah ‘Iffah (menjaga diri dari perbuatan tercela) dan Wafa’ (menepati janji)
7. Rasa malu merupakan cabang iman yang wajib diwujudkan
Terjemahan Arbain Nawawi. (MG | Ahmad Muhaimin Nurrudin)