Marco Buka Suara
Melalui IGTV akun instagram pribadinya, Marco Gracia Paulo belum lama ini akhirnya angkat bicara terkait tidak kondusifnya hubungan antara manajemen dan suporter PSS Sleman.
Marco Gracia Paulo menyadari keresahan suporter yang melihat anjloknya prestasi PSS Sleman di series pertama Liga 1 2021.
Tim asuhan Dejan Antonic itu hanya mendapatkan lima poin dari enam pertandingan dan menduduki posisi ke-15.
Sebelumnya, perwakilan manajemen PSS sudah bertemu dengan suporter pada sebuah hotel di Sleman. Dalam agenda tersebut terjadi kesepakatan posisi Dejan akan dievaluasi selepas seri kedua Liga 1.
Hanya saja, selepas kesepakatan tersebut terjadi suporter masih saja melancarkan aksi protes. Akibatnya, direktur utama PT Putra Sleman Sembada (PT PSS) Marco Gracia Paulo, naik pitam.
Marco menyebut bakal memindahkan PSS kalau Dejan, dipecat. Sadar pernyataannya blunder, ia langsung meminta maaf dan memastikan klub tersebut tidak dipindahkan ke mana pun.
"Nah satu jam kemudian tiba-tiba saya dihubungi kembali bahwa mereka tidak terima. Bahwa tetap semua menuntut Dejan dipecat pada hari itu. Hal itu yang saya memang juga jadi emosi. Kenapa? Karena memang buat saya kita udah bikin komitmen," kata Marco.
Lebih lanjut Marco mengatakan, saat di Bandung kondisinya memang dalam posisi yang tidak sehat.
"Bahkan biasanya saya mengantar pemain ke bawah berdoa untuk pergi ke stadion, saat itu saya tidak ikut karena saya sudah rasa badan saya sudah tidak enak, dan itu sebenarnya sudah hampir dua minggu," ujar Marco.
"Bukan mencari alasan, tapi kenyataannya memang seperti itu," lanjutnya.
Lantas, ada pemberitahuan dari staf bahwa teman-teman suporter ingin menemui langsung dirinya di Bandung.
"Nah cuma saya bilang, boleh nggak perwakilan saja karena saya tidak kuat untuk keluar dari hotel. Boleh nggak kita perwakilannya di hotel, karena waktu mereka ketemu pemain itu di hotel juga. Nah saya pikir kenapa kita nggak bisa seperti itu," ujarnya.
"Apalagi dengan alasan saya memang merasa tidak cukup fit untuk bisa keluar, kedua saya mempertimbangkan kalau memang ribuan itu ada di tempat terbuka. Terus kita sama-sama misalnya emosi atau apa bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Sementara kita ada di kota orang, di kota Bandung kita juga sebagai tamu. Kita harus jadi tamu yang baik, saya menghindari hal-hal seperti itu," lanjutnya.
"Nah tapi karena dijamin dan saya dapat telepon juga dari Sleman bahwa ‘Aman bang silahkan ketemu, kita tujuannya hanya untuk menyapa aja.”. Oke, berarti anggapan saya ini pasti aman. Selain itu kita dijamin oleh kepolisian juga. Jadi saya yakin berarti ini akan jadi pertemuan yang sangat friendly," tambahnya.
Namun setibanya di lokasi pertemuan yang dijanjikan, Marco merasa situasinya sangat berbeda sekali.
"Begitu saya datang, ternyata semuanya berbeda sekali. Panggung sudah disiapkan, ada 4 kursi dengan lampu yang di spotlight ke panggung. Saya pikir berarti ini memang bukan sebuah pertemuan yang natural dan spontan, tapi ini memang sebuah pertemuan yang memang sudah direncanakan. Bahkan ada statement dari teman-teman yang mengatakan bahwa "kami datang ke sini hanya untuk memaki-maki anda!," kata Marco.
"Dari situ saya sadar bahwa ‘Oh ternyata memang bukan seperti yang saya pikirkan’. Dan teman-teman yang berada di sana saya rasa tahu bahwa memang situasinya sama sekali tidak friendly. Tapi saya tidak apa-apa, saya pikir satu ini tanggung jawab saya sebagai seorang pemimpin, ini tanggung jawab saya," lanjutnya.
"Kedua, saya sayang sama teman-teman Sleman fans, karena itu saya datang walaupun saya sudah di maki-maki. Bahkan (sebelumnya) keluarga saya diteror, rumah saya di teror. Tapi buat saya ini tanggung jawab saya, dan saya merasa mereka membutuhkan ini. Karena itu saya datang dan tetap saya dengerin. Walaupun saat saya mau ngomong saya dimaki-maki, saya dengerin,"
"Tetapi yang saya bingung, kenapa saya dibilang jadi nggak bisa berkomunikasi. Padahal jujur, saya bingung nih saya harus berkomunikasinya seperti apa. Saya sampai bilang waktu itu di sana, ‘Tolong kita masih bisa saling menghargai minimal sebagai sesama manusia. Untuk apa? untuk kita bisa ngobrol dengan enak. Kita cari solusinya. bagaimana mungkin kita bisa mencari solusi kalau kita ngomongnya sudah emosi,"
Di tengah desakan suporter, Marco mengungkapkan bahwa dirinya tetap memposisikan diri selayaknya manajemen, harus independen dan harus punya keleluasaan untuk memutuskan.
"Bukan berarti saya tidak mendengar, dan itu saya sampaikan pada teman-teman semua, pasti saya dengerin. Tetapi timeline, keputusan, schedule, pertimbangan, itu semua menjadi bagian dari dinamika yang ada di dalam manajemen. Ini yang harus juga dihargai kalau kita mau sepakbola ini menjadi industri. Itu memang harus dilakukan apapun hasilnya," kata Marco.
"Dan saya sampaikan kepada teman-teman bahwa saya bukannya nggak kecewa, saya sangat kecewa dengan hasilnya, dan saya bukan yang senang-senang aja. Saya juga evaluasi, tetapi kita udah jelaskan kenapa ini bisa terjadi dan bahkan sebelum kompetisi ini dimulai. Saya sudah sampaikan bahwa memang analisa karena saya sudah ngobrol sama tim teknis dan pelatih fisik." tambahnya.
Selain itu, Marco merasa tidak habis pikir ada yang menuduhnya pura-pura sakit saat bertemu perwakilan suporter di Bandung. Padahal ia sampai dilarikan ke rumah sakit karena mendapat serangan jantung.