Tak Mampu Bertahan di Tengah Badai Pandemi, Ini Alasan Pengusaha di Malioboro Menjual Tokonya

Penulis: Miftahul Huda
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu toko di Jalan Malioboro dipasangi spanduk untuk dijual, Minggu (25/7/2021)

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Para pengusaha sekaligus pemilik toko di kawasan Jalan Malioboro sudah tidak sanggup bertahan untuk menyelamatkan bisnisnya di tengah badai pandemi Covid-19.

Sebagian dari mereka menjual tempat usahanya karena selama pandemi berlangsung pemasukan pengusaha pertokoan itu berkurang drastis

Puncaknya, kondisi sulit itu dirasakan setelah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Level 4.

Pantauan di lapangan, kawasan Jalan Malioboro beberapa pekan terakhir nyaris lumpuh total karena minim aktivitas transaksi ekonomi.

Akhir pekan yang biasanya menjadi puncak keramaian di kawasan tersebut, pada Minggu (25/7/2021) sore ini keriuhan wisatawan itu seolah ditanggalkan oleh pemiliknya.

Papan penanda jalan Malioboro yang setiap saat diburu para wisatawan menjadi saksi bisu betapa pandemi Covid-19 mematikan aktivitas ekonomi di kawasan wisata belanja tersebut.

Baca juga: Penerapan PPKM Level 4, Polres Magelang Bersama TNI Gelar Operasi Yustisi Simpatik

Di sudut lain, sebuah toko yang cukup besar terpampang spanduk besar bertuliskan 'Dijual Cepat Murah'.

Salah satu pemilik toko yang berhasil diwawancara Tribun Jogja, Nan Kumar (59) mengatakan, pergerakan ekonomi di kawasan Jalan Malioboro sangat parah.

Selama tiga minggu yang lalu atau tepatnya penerapan PPKM Darurat dan hingga saat ini masuk hari terakhir PPKM Level 4 menjadi krisis paling kronis selama ia berjualan di pertokoan ring satu Kota Yogyakarta itu.

"Kondisinya parahnya luar biasa. Kami pegawai banyak, pegawai kasihan, sementara mau dikasih gaji juga kami tidak ada pemasukan. Kena PPKM ini gak boleh jualan," katanya, kepada Tribun Jogja, Minggu (25/7/2021)

Nan Kumar lebih memilih pasrah dan menyerahkan semua kesulitan itu kepada Tuhan, daripada harus menyalahkan pemerintah ketika memberlakukan kebijakan yang berdampak terhadap bisnisnya.

"Apa boleh buat, ini kan di luar kendali manusia. Daripada Covid-19 merejalela," ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengira bahwa kebijakan pembatasan kegiatan oleh pemerintah hanya berlangsung selama dua pekan, dan setelah itu keadaan akan pulih kembali.

Ternyata tak disangka, persebaran virus itu justru semakin meluas dan banyak orang yang terpapar sehingga angka kasus positif Covid-19 terus naik.

"Pikiran saya dua minggu bisa selesai. Tapi kok ternyata makin parah. Makanya saya jual (tokonya) karena butuh uang," jelasnya.

Nan Kumar kini memiliki dua toko yakni satu toko tekstil berada di Jalan Solo, satunya lagi merupakan toko kaus oblong khas Yogyakarta.

Rencananya dua-duanya akan dijual, namum sampai sekarang belum ada pembeli yang berniat untuk memahari tokonya itu.

"Saya ada dua toko di Jalan Solo itu tekstil, sama toko kaus di Malioboro. Rencananya di Jalan Solo juga akan saya jual, tapi susah. Pembeli juga gak ada, jadi ya nunggu mukjizat Allah saja," terang dia.

Pria asal Sosromenduran, Gedongtengen, Kota Yogyakarta ini mengaku sudah 50 tahun lebih mengelola tokonya di kawasan belanja itu.

Pasang surut perkembangan ekonomi negeri sudah banyak dirasakan, namun krisis terberat selama puluhan tahun berjualan di Malioboro, diakuinya baru tahun ini ia terasa berat dan cemas tak berkesudahan.

"Dari masa-masa krisis dulu, masa sekarang ini yang krisisnya paling parah. Seumur hidup saya baru sekarang goyah sekali. Kami bingung, tiap hari cemas terus," ujarnya.

Sebenarnya toko miliknya itu ditawarkan sejak tahun lalu saat pertengahan 2020. Namun kini, Nan Kumar benar-benar tidak sanggup lagi untuk bertahan hidup dengan menggantungkan di pertokoan kawasan Jalan Malioboro.

Ia menjelaskan, hara toko sesuai pasaran di kawasan Malioboro  per meternya mencapai Rp 100 juta.

Karena ia sudah putus asa, toko seluas 350 meter itu pun kini akan dijual dengan harga per meter Rp 50 juta.

Jika dikalkulasikan harga toko yang dijual yakni mencapai Rp 17,5 miliar.

"Harga saya banting Rp 50 juta per meter. Saya ada 350 meter luasnya. Pasarannya di Malioboro itu Rp 100 juta. Anehnya belum juga mendapat pembeli," terang dia.

Selama pandemi berlangsung, diakui olehnya bulan paling berat dilalui untuk bisnisnya terjadi saat awal pertama kali Covid-19 menyebar ke DIY.

Baca juga: Pemda DIY Akan Rekrut Tenaga Kesehatan untuk Dampingi Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri

Kemudian dirasakan Nan Kumar mulai tumbuh ketika pertengahan 2020 hingga awal 2021.

Ia mulai kembali frustasi ketika awal Juli pemerintah menetapkan kebijakan PPKM Darurat hingga PPKM Level 4.

"Paling berat awal pertama pandemi sama saat ini. Dulu kan sempat tutup dua minggu, di pertangahan agak naik. Dan sekarang sehari hanya dapat Rp 2 hingga Rp 3 juta. Gak cucok," jelasnya.

Sementara sebelum pandemi menyerbu, Nan Kumar mengatakan omzetnya bisa Rp10 sampai Rp15 juta.

"Sekarang sebulan hanya Rp 60 juta, listriknya saja sebulan Rp 20 juta, belum gaji karyawan saya, pajak dan lainnya," imbuhnya.

Baca juga: Kasus penyebaran dan Kematian Meningkat, Dinkes Perkirakan Varian Delta Telah Masuk Kulon Progo

Dampak Karambol 

Tak hanya Nan Kumar yang merasakan sulitnya mencari pendapatan harian. Para pemasok batik dan pakaian di Pasar Beringharjo juga sama halnya mengalami krisis terberat selama hidup.

Saiful Manaf satu dari sekian banyak pemasok pakaian di Pasar Beringharjo yang hingga kini belum kembali bekerja setelah tiga minggu mematuhi kebijakan pemerintah.

Setiap hari ia selalu memantau perkembangan Pasar Beringharjo melalui pelapak non sembako yang saat ini juga terpaksa libur.

"Setiap hari selalu mantau, berharap pasarnya bisa ramai kembali dan saya bisa kembali bekerja," jelas Saiful.

Ia mengaku masih ada beberapa barang yang belum terbayar oleh pedagang di pasar tersebut.

Sebetulnya sah-sah saja jika dirinya meminta pembayaran barang dalam waktu dekat.

"Pengennya ya nagih, tapi yang ditagih juga pastinya sama-sama gak ada pemasukan," jelas dia.

Pria asal Kabupaten Pekalongan itu berharap pemerintah serius menangani pandemi Covid-19 saat ini.

"Ya yang serius menanganinya. Biar kami bisa kembali kerja, bisa dagang lagi," pungkasnya. (hda)

Berita Terkini