Status Siaga Gunung Merapi

BPPTKG Naikkan Status Gunung Merapi Menjadi Siaga (Level III)

Penulis: Maruti Asmaul Husna
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida dalam konferensi pers peningkatan status siaga Gunung Merapi, Kamis (5/11/2020).

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Baru saja kita memperingati 10 tahun erupsi besar Gunung Merapi pada 26 Oktober 2020 lalu, aktivitas Gunung Merapi semakin meningkat.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada hari ini (Kamis, 5/11/2020) pukul 12.00 WIB secara resmi mengumumkan peningkatan status Gunung Merapi menjadi siaga atau level III.

Sebelumnya, Gunung Merapi telah berstatus waspada (level II) sejak 21 Mei 2018. Dengan demikian, potensi bahaya yang semula berada dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi pada saat status waspada, kini ditingkatkan menjadi 5 km.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida menjelaskan, pasca erupsi besar 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi magmatis kembali pada 11 Agustus 2018 yang berlangsung hingga September 2019.

Seiring dengan berhentinya ekstrusi magma, Gunung Merapi kembali memasuki fase intrusi magma baru yang ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik dalam (VA) dan rangkaian letusan eksplosif sampai dengan 21 Juni 2020.

“Setelah letusan eksplosif kecil pada 21 Juni 2020 kemarin, sudah lima bulan, kegempaan internal yaitu vulkanik dalam (VA), vulkanik dangkal (VB), dan fase banyak (MP) mulai meningkat. Sebagai pebandingan, pada Mei 2020 gempa VA dan VB tidak terjadi dan gempa MP terjadi 174 kali. Kemudian, pada Juli 2020 terjadi gempa VA 6 kali, VB 33 kali, dan MP 339 kali,” ujar Hanik dalam konferensi pers daring, Kamis (5/11/2020).

Hanik melanjutkan, sesaat setelah terjadi letusan eksplosif 21 Juni 2020, terjadi deformasi atau penggembungan tubuh Gunung Merapi sebesar 4 cm yang ditunjukkan dengan pemendekan jarak baseline electronic distance measurement (EDM) sektor barat laut Babadan-RB1 (EDM Babadan).

Setelah itu, pemendekan jarak terus berlangsung dengan laju sekitar 3 mm/hari sampai September 2020. Sejak Oktober 2020 kegempaan meningkat semakin intensif.

Pada 4 November 2020 rata-rata gempa VB 29 kali/hari, MP 272 kali/hari, guguran (RF) 57 kali/hari, hembusan (DG) 64 kali/hari. Adapun deformasi yang ditunjukkan oleh EDM Babadan mencapai 11 cm/hari.

Menurut Hanik, jika ada magma yang berjalan ke permukaan maka di sana ada tekanan. Tekanan inilah yang mengakibatkan tubuh gunung api mengembang dengan kecepatan mm, cm, hingga meter (jika terjadi erupsi besar) per hari.

Ditanya mengapa deformasi saat ini dominan di sektor barat, Hanik menjelaskan sebenarnya pengukuran dilakukan di seluruh keliling Gunung Merapi. Besar kecilnya deformasi mengindikasikan besar kecilnya tekanan yang terjadi dari dalam.

“Kalau ke arah barat berarti titik gembungnya itu ada di sisi barat,” lanjut Hanik.

Kondisi data pemantauan di atas, kata Hanik, sudah melampaui kondisi menjelang munculnya kubah lava 26 April 2006, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi sebelum erupsi 2010.

Berdasarkan pengamatan morfologi kawah Gunung Merapi dengan metode foto udara (drone) pada 3 November 2020 belum terlihat adanya kubah lava baru.

Halaman
12

Berita Terkini