Yogyakarta

Perempuan dan Anak Masih Menjadi Obyek Kekerasan Rumah Tangga

Penulis: Miftahul Huda
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Akibatnya, hak-hak anak tidak terpenuhi.

Dampak buruknya para perempuan dan anak akan menjadi korban kekerasan.

"Sangat dimungkinkan akan terjadi kekerasan, karena hak-hak anak tidak terpenuhi," ungkapnya.

Menurut Erlina, bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak bukan hanya kekerasan fisik. 

Ada 262 Kasus Kekerasan pada Anak di DIY selama 2020

Kekerasan psikis juga menjadi bentuk tindakan yang akan berdampak pada perkembangan anak maupun output yang akan muncul dari korban kekerasan pada perempuan.

Menurut dia, bagi perempuan dan anak yang memiliki kepribadian Ekstrovert tentu dapat berkomunikasi dengan baik tentang kendala dan juga persoalan yang membuatnya terhambat

Namun, bagi perempuan dan anak yang tergolong introvert, menurut Erlina mereka akan cenderung menyimpan permasalahannya.

"Sebetulnya kalau dari sisi layanan, baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten. Kami sudah ada beberapa program untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak," tegasnya.

Ia pun meminta supaya masyarakat yang mengalami persoalan keluarga. Baik itu perempuan maupun anak, supaya menghubungi psikolog dari DP3AP2.

Jam operasional layanan pengaduan dan pendampingan tersebut dapat di akses  pada hari Senin-Jumat dari jam 08.00 sampai jam 17.00 WIB dengan kontak nomor (0274) 565003.

Erlina melanjutkan, jumlah kekerasan di bulan yang sama pada tahun 2019 hanya sebanyak 80 kasus.

Jumlah Korban Kekerasan yang Ditangani Shelter Rekso Dyah Utami Meningkat Saat Pandemi

Sedangkan sepanjang 2019 kemarin jumlah kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di DIY mencapai 1.477.

"Jumlah tersebut hanya yang melapor dan yang kami layani. Tentu masih ada banyak kasus yang belum dilaporkan dan tidak tertangani, karena bingung ingin melapor," tegas Erlina.

Ia menekankan, adanya pandemi Covid-19 kali sebetulnya bisa dijadikan momen untuk membangun kedetakan antar anggota keluarga.

"Bisa saling bantu, saling suport dan sama-sama menumbuhkan optimisme antar anggota keluarga," sambungnya.

Namun menurutnya, yang dijumpai justru banyak keluarga goyah lantaran salah satu aspek penunjang tidak terpenuhi. 

Satu di antaranya aspek ekonomi yang akhirnya merambat ke aspek psikologis, dan berujung pada tindakan kekerasan. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkini