TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Desakan ekonomi membuat Bunga (bukan nama sebenarnya) harus turun ke jalan dengan menjadi badut untuk membiayai hidup.
Meski usianya masih belasan tahun, Bunga sudah harus mencari nafkah untuk perekonomian keluarganya.
Saat ditemui di persimpangan Jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman, Bunga yang mengenakan pakaian badut terlihat energik menghibur pengendara yang melintas.
Berkostum warna kuning, kaki kecilnya lincah mengikuti irama musik remix yang ia sudah disiapkan.
Bunga tak sendirian, ia ditemani Melati (nama samaran). Melati adalah adik kandung Bunga.
Melati bertugas keliling menghampiri satu persatu pengendara yang berhenti menunggu lampu Apill menyala hijau.
Langkahnya tegas namun santun. Kepalanya menunduk berharap satu atau dua keping uang logam diterima melalui kaleng kecil yang ia bawa.
Mereka berdua masih bersekolah di salah satu SMP Negeri di Kota Yogyakarta.
"Saya dulunya ditawari orang. Kamu mau enggak, jadi badut buat hibur orang. Kalau mau, saya sewakan satu kostum lengkap dengan peralatannya," kata Bunga menirukan perbincangan dengan seorang pria.
• Pekerja Lepas Setelah Pandemi Diprediksi Terus Meningkat
• Pemkab Klaten Wajibkan Penyelenggaran Salat Iduladha Patuhi Protokol Kesehatan
Kesulitan ekonomi menjadikan dirinya tidak berpikir panjang untuk mengambil tawaran tersebut.
Kedua orang tuanya masih sehat, mereka bekerja sebagai penjual aneka cemilan. Bunga saat ini duduk di bangku kelas IX.
Sementara adiknya masih belajar di kelas VIII. Usia Bunga 15 tahun, sedangkan Melati baru berusia 14 tahun.
Mereka biasa memulai aktivitasnya sejak pukul 10.00 - 13.00 sementara jam keduanya dimulai pukul 15.00-18.00 dengan satu kali istirahat.
"Dua kali dalam sehari. Kalau mulainya jam 10 pagi. Untuk sorenya ya sekitar jam tiga sore," tutur Bunga.
Jika ada pekerjaan lain yang lebih ringan, Bunga yang bercita-cita menjadi pengusaha ini lebih memilih meninggalkan rutinitasnya saat ini.
"Tapi mau bagaimana lagi. Ini yang mudah dijangkau. Selain berjualan keripik. Pihak sekolah tahunya saya hanya jualan keripik," ujar Bunga.
Dari hidup di jalanan ini, minim Bunga mendapat uang Rp100 ribu dalam sehari. Uang itu harus dibagi dua dengan jatah uang sewa sebesar Rp50 ribu.
Jika kondisi jalan sedang ramai, Bunga dan Melati mampu mendapat penghasilan hingga Rp150 ribu.
"Sudah lama di sini. Dulu sebelum ada Corona sudah di sini. Ya lumayan rame. Seharinya itu minim Rp100 ribu. Dipotong buat uang sewa Rp50 ribu," ungkap gadis Asal Kecamatan Gondokusuman ini.
Jika melihat intensitas jam kerja yang dilakukan Bunga, ia termasuk kategori pekerja anak.
Dalam regulasi aturan ketenagakerjaan, pekerja anak diperbolehkan bekerja dengan syarat menyesuaikan kurikulum sekolah.
Fenomena ini tentunya bukan barang langka untuk saat ini. Meski ia sendiri mengaku menjadi boneka badut rela dilakono demi menabung untuk keperluan dirinya masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi kelak.
"Tidak ada yang maksa, ingin nyari uang tambahan saja buat ditabung. Karena saya ingin jadi pengusaha," pungkasnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)