Dua Mahasiswi UAD Yogyakarta Rancang Alat Monitoring Longsor

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Endah Ariyanti dan Kartikasari Nur Solichah merancang alat monitoring pergeseran tanah.

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Saat musim penghujan, salah satu yang harus diwaspadai yakni bencana tanah longsor.

Maka dari itu perlu adanya alat monitoring pergeseran tanah agar dapat mengantisipasi kerugian material yang ditimbulkan.

Berangkat dari hal tersebut, Dua mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Endah Ariyanti dan Kartikasari Nur Solichah kemudian merancang alat monitoring pergeseran tanah.

Penelitian tersebut berjudul 'Perancangan Ekstensometer Berbasis Potensiometer'.

Ekstensometer merupakan alat yang digunakan dalam sistem peringatan dini terhadap bahaya tanah longsor yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Potensiometer digunakan sebagai sensor utama untuk perancangan alat ekstensometer ini.

Endah Ariyanti mengungkapkan penelitian ini dilatar belakangi karena di Indonesia rawan terjadi bencana tanah longsor yang banyak mengakibatkan kerugian sedangkan alat monitor pergeseran tanah atau ekstensometer belum terpasang di seluruh Indonesia.

"Ekstensometer cenderung mahal sehingga kami mendesain alat dengan desain sederhana, berbahan lokal dan terjangkau," ujarnya Sabtu (18/4/2020).

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah besi hollow, kawat wire rope, potensiometer 10KΩ, sprocket dan rantai, as poros, bearing, pemberat/ bandul, Analog Digital Converter (ADC) 12 bit, LM 741, serta laptop.

"Pemilihan bahan besi hollow dan kawat wire rope karena spesifikasi bahan lebih baik dibandingkan dengan besi dan kawat jenis lainnya," kata dia.

Untuk mendesain alat tersebut membutuhkan waktu selama selama dua bulan.

Sedangkan proses pengambilan data membutuhkan hampir tiga bulan, keduanya menggunakan laboratorium ALOP Fisika UAD.

Ia mengungkapkan proses penelitian dimulai sejak bulan Maret 2019 hingga Februari 2020.

Semua bahan yang digunakan harus diuji terlebih dahulu sesuai standar.

"Bahan yang kami gunakan telah diuji sesuai standar dan SNI," tuturnya kepada Tribunjogja.com

Pengambilan data pada skala lapangan secara simulasi dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu di daerah Srumbung Segoroyoso, Pleret, Bantul dan Sidorejo Girikerto, Turi, Sleman.

Pemasangan sensor ekstensometer yang pertama di daerah Bantul dengan jenis tanah latosol yang merupakan tanah dengan lapisan solum dan jenis longsoran rotasi.

Pemasangan sensor ekstensometer kedua dan ketiga dilakukan di daerah Turi dengan jenis tanah regosol dan jenis longsoran translasi serta longsoran aliran bahan rombakan.

Tanah regosol merupakan jenis tanah memiliki butiran kasar berasal dari material erupsi gunung berapi.

Ia mengungkapkan, dalam penentuan lokasi uji, sebenarnya tidak ada kriteria khusus.

Bukan jenis tanah ataupun tempatnya, tetapi yang membedakan hanya jenis longsornya saja.

Sehingga, di mana pun alat ini bisa dipasang dan digunakan.

"Nggak ada kriterianya, itu cuma percobaan aja kalau alatnya kemarin dicoba di jenis tanah itu dengan beberapa jenis longsoran yang berbeda ternyata bisa digunakan," jelasnya.

Dari penelitian tersebut hasilnya, berdasarkan uji SNI, hasil yang didapat untuk karakteristik besi hollow yaitu besi dapat menahan beban dibawah tekanan 2700 kg.

Sedangkan berdasarakan uji pada kawat wire rope kawat yang berdiameter 2 mm lebih tinggi nilai kuat tariknya dibandingkan dengan diameter 3 mm.

"Sensor ekstensometer dapat dipasang di lapangan atau secara rill dengan jenis tanah regosol dengan jenis longsoran rotasi diperoleh pergeseran 7 cm dan nilai potensiometernya 0,96 KΩ dan jenis tanah latosol dengan longsoran translasi diperoleh pergeseran 6,5 cm dan nilai potensiometernya 0,97 KΩ," kata dia. (*)

Berita Terkini