Yogyakarta

Konsep Refuse Derived Fuel Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPST Piyungan

Penulis: Noristera Pawestri
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur PT Solusi Bangun Indonesia, Agung Wiharto

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Setiap hari ada sekitar 300-600 ton sampah yang masuk ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan.

Selama ini TPST Piyungan tidak hanya menampung sampah dari Kabupaten Bantul, tetapi juga menampung sampah dari Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Apalagi, semakin hari, sampah yang masuk semakin menumpuk.

Sehingga masalah tumpukan sampah yang ada di TPST Piyungan belum juga tertangani.

5 Tahap Mudah Tutorial Skincare Morning Routine, Jaga Kulit Wajah Agar Sehat Sedari Pagi

Direktur PT Solusi Bangun Indonesia, Agung Wiharto mengatakan, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan sistem sanitary landfill hingga bank sampah.

Ia menuturkan, Pemda DIY bisa mencontoh konsep Refuse Derived Fuel (RDF) yang telah diterapkan di Cilacap.

Dengan sistem tersebut, sampah di Cilacap diubah menjadi sumber energi yang berfungsi sebagai briket.

Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai subtitusi bahan bakar bagi pabrik salah satu perusahaan semen.

“Cilacap punya kompetensi mengolah sampah. Yang dibangun fasilitas untuk mengeringkan dan memilah sampah jadi bahan bakar,” ujar dia usai acara roadshow Grow Fast Grow Fair 'Membangun Infrastruktur DIY dan Jawa Tengah' yang berlangsung di FT UGM, Sabtu (18/1/2020).

Peneliti UGM Nilai Sampah di TPST Piyungan Harus Dikelola dengan Benar

Ia mengatakan, sebanyak 50 ton sampah di Cilacap bisa diolah menjadi sumber energi yang berfungsi sebagai briket.

Lanjutnya, dengan menggunakan teknologi Mechanical Biological Treatment sampah bisa diolah sebagai bahan bakar pengganti fosil.

Cilacap, kata dia, dalam pengembangan fasilitas pengeringan dan pencacahan sampah membutuhkan investasi sekitar Rp 100 miliar yang bisa menampung sampah sekitar 125 ton per hari.

"DIY dengan jumlah sampah yang lebih banyak maka diperkirakan membutuhkan investasi yang lebih besar. Tapi tergantung investasinya juga, apakah bisa dibangun di sini (DIY)," papar dia. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkini