Detail ceritanya, mereka tidak pernah tahu. Apalagi melihat secara langsung bukti-bukti foto sesudah kejadian.
“Kami sama sekali tidak tahu, kecuali pernah dengar cerita lisan dari beberapa orang,” kata Rahmat, seorang warga di selatan Jembatan Blondo.
Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Tua Magelang (KKTM) lah yang dua tahun lalu bertemu Mbah Chomsin ini.
• Ini Cerita Dibalik Tragedi Bintaro 1
“Waduh, sayang ya, kita sudah tidak bisa ketemu lagi dengan beliau,” kata Bagus.
Nah, lalu dari mana kisah hitam sejarah perkeretaapian jalur Yogya-Magelang sebelum Indonesia merdeka itu didapat? Seperti apa ceritanya? Bagaimana sekarang kondisi riil lokasi kejadian?
Dari Bagus Priyana pula akhirnya fakta sejarah itu diperoleh. Dokumentasi foto sesudah tabrakan frontal dan suasana evakuasi juga didapatkan.
“Ini foto-foto saya peroleh dari teman di Yogya,” ungkap Bagus.
“Kalau dihitung sekarang, dah bisa dipakai beli motor,” lanjutnya saat mengantar Tribunjogja.com napak tilas ke sekitar Jembatan Blondo, lokasi bersejarah yang mengingatkan petaka 76 tahun lalu itu.
Bagus Priyana mengaku, ia mendapatkan cerita cukup rinci dari narasumbernya yang tinggal di Muntilan, Magelang, sekitar 10 tahun lalu.
Narasumber ini sangat penting karena dia adalah putra Kepala Stasiun Kereta Api Blabak, Magelang, saat peristiwa itu berlangsung.
Sang kepala stasiun bahkan disebut punya andil atas tabrakan adu kepala dua kereta uap milik perusahaan Belanda itu.
Menurut Bagus, narasumbernya itu bernama Soekardjo Mangoenwidjojo. Ia sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Cerita lisan Soekardjo dicatat dalam buku kecil Bagus Priyana, dan jadi sumber keterangan sejarah penting Magelang yang disimpannya.
Menurut cerita turun temurun warga Blondo, korban manusia bergelimpangan dan diletakkan di tepi jalan sesaat sesudah kejadian.
Tidak diketahui dan belum diperoleh catatan tertulis berapa korban jiwa pada kecelakaan maut ini.