"Kalau kereta ekspres ya kita cepet tutup pintu, kalau yang kereta lambat ya tidak cepat. Soalnya kita juga mikir jalan kalau kelamaan ditutup bisa macet. Cuma dikira-kira saja, kalau sudah sampai titik tertentu langsung ditutup," ungkap pria 27 tahun itu.
Meski kesulitan pada awal karirnya, namun pengalamannya membuatnya terbiasa.
"Awalnya ya susah, karena alatnya banyak. Lalu kapan harus tutup palangnya. Tetapi karena sudah dari 2010 ya sekarang jadi biasa," tutupnya. (*)