TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengapresiasi 62 kepala keluarga yang bertahun-tahun menerima Kartu Menuju Sejahtera (KMS) dan saat ini sudah enggan lagi untuk didata.
Dengan demikian, diharapkan kesempatan KMS yang tidak lagi diambil oleh puluhan KK tersebut bisa digunakan untuk yang lebih membutuhkan.
Meski demikian, selain 62 KK yang mengembalikan KMS ini, diyakini banyak warga yang tetap ingin dianggap miskin agar terus memperoleh bantuan.
Beberapa warga yang sebenarnya sudah mampu dan tetap menerima KMS sebenarnya sudah miskin sejak dalam pikiran.
”Kami tentu mengapresiasi kejujuran dari mereka yang sudah enggan lagi didata. Namun, kami juga berharap ada yang mau mengembalikan (KMS) jika memang sudah tidak lagi membutuhkan,” kata Kepala Bidang (Kabid) Data Informasi dan Pemberdayaan Sosial, Dinas Sosial Kota Yogyakarta, Esti Setyarsi kepada Tribun Jogja, Kamis (8/3/2018).
Baca: Kisah Warga Kota Yogya Menolak KMS: Banyak yang Lebih Butuh Bantuan Dibanding Kami
Menurutnya, selama belasan tahun sejak KMS diluncurkan, baru ada satu orang yang jujur dan mengembalikan uang bantuan dari APBD Kota Yogyakarta ini.
Sementara, baru pada tahun 2017, ada 62 KK yang tidak mau didata sebagai penerima KMS.
Fungsi KMS
Jika menilik dari fungsi pemberian KMS, kata Esti, adalah sebuah identitas keluarga dan anggota yang tercantum di dalamnya adalah penduduk jaminan perlindungan sosial.
KMS diterbitkan berdasarkan data penduduk dan keluarga sasaran jaminan perlindungan sosial hasil pendataaan yang memenuhi kriteria.
Baca: KMS Tidak Berlaku untuk PPDB 2018 di Kota Yogyakarta
Dalam hal ini, Dinsos setempat menggunakan parameter pendataan yang mengalami revisi selama dua kali dalam kurun waktu 2009 dan 2012.
Beberapa parameter yang dimaksud, di antaranya adalah kepemilikan aset tidak lebih dari Rp1,8 juta, penghasilan setiap bulan antara Rp300 ribu hingga Rp400 ribu, tagihan listrik per bulan kurang dari Rp50 ribu, rumah bukan milik sendiri.
Luas tempat tinggal rata-rata tiap anggota keluarga kurang dari lima meter persegi, jenis bahan dinding bidang terluas dari tempat tinggal berupa bambu, kayu atau bahan lain yang berkualitas rendah.
Untuk segi pangan, anggota keluarga tidak mampu memberi makan anggotanya 3 kali sehari, juga tidak bisa menyediakan lauk atau susu dua kali seminggu. Serta kriteria kesehatan dan sandang.
”Untuk kriteria yang berbeda di tahun 2009 adalah batasan pendapatannya yang berkisar Rp200 ribu,” paparnya.
Jumlah penerima
Adapun, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, jumlah penerima KMS mengalami penurunan.
Hal ini, kata dia, diasumsikan banyak warga yang sudah dipandang mampu dan tidak lagi berhak mendapat bantuan dari anggaran daerah.
Baca: Warga Kota Yogya Ini Pertanyakan KMS Miliknya yang Dicabut
Untuk tahun 2013, jumlah penerima KMS mencapai 20.481 KK, tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 18.881 KK penerima KMS, tahun 2015 ada 18.730 KK penerima KMS, 2016 ada 18.651 KK penerima KMS, dan tahun 2017 ada 17.253 KK penerima KMS.
Para penerima ini, sebut Esti sudah digolongkan menjadi tiga kelompok yakni KMS 1 untuk fakir miskin, KMS 2 untuk miskin, dan KMS 3 untuk rentan miskin.
Penurunan jumlah penerima KMS ini menurun karena beberapa faktor, di antaranya berdasarkan hasil verifikasi di lapangan yang dilakukan secara berjenjang.
Dia mencontohkan, pada tahun 2017 ada usulan penerima sebanyak 23.246 KK, dari jumlah tersebut terverifikasi ada 5.137 KK yang tidak layak mendapatkan KMS.
Dari jumlah tersebut didapatkan hasil akhir ada 17.253 KK penerima KMS.
”Misalnya, dari hasil verifikasi ada data dobel, pindah domisili, ataupun tidak tepat sasaran, maka akan kami coret,” paparnya.
Verifikasi
Adapun tahap verifikasi data diawali pada bulan Maret-April, dari sosialisasi pada RT atau RW mengenai usulan penerima KMS, dilanjukan dengan konfirmasi data keluarga sasaran dan merekrut petugas pendata yang terdiri dari empat orang setiap kelurahan.
Baca: Terkait Kasus Penarikan KMS, Forpi Kota Yogya Segera Kroscek Seluruh Pihak Terkait
Kemudian, pada bulan Mei, akan ada uji publik pertama pendapat RT/RW, pada bulan Juni akan ada pelatihan calon petugas pendata.
Baru pada bulan Juli hingga Agustus ada pendataan by name by address.
Verifikasi lapangan masuk dan olah data.
Kemudian, pada bulan Oktober terdapat pengolahan data dan progresnya setiap minggu akan diolah.
Hasil pengolahan data ini, kemudian akan diuji publik 2 pada bulan november.
Di dalam uji publik ini ada verifikasi ulang pada data yang diolah.
Jika tidak ada masukan atau sudah lengkap, maka pada awal Desember verifikasi lapangan dan data ditetapkan melalui surat keputusan Wali Kota.(TRIBUNJOGJA.COM)