TRIBUNJOGJA.COM - Prajurit TNI yang berada di perbatasan memiliki tugas berat untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI.
Tak hanya sekadar menjaga Indonesia dari para pelintas batas negara, tetapi mereka juga melakukan tugas-tugas kemanusiaan untuk masyarakat setempat.
Bagaimana beratnya tugas seorang tentara yang menjaga perbatasan negara diungkapkan oleh warganet bernama Irfan Risandy.
Ia mengaku pernah bertugas untuk menjaga wilayah perbatasan RI-Papua New Guinea, antara tahun 2014 sampai 2015, selama 11 bulan.
Dalam sebuah postingan yang cukup panjang, Irfan menceritakan bagaimana prajurit TNI harus memastikan patok negara tidak berpindah tempat.
Dalam kondisi yang serba terbatas, terkadang mereka memakan makanan yang sudah basi, mengajar di sekolah dan memberikan pengobatan gratis.
Hingar bingar kehidupan kota rela mereka tinggalkan. Kerinduan terhadap keluarga juga hanya bisa diobati dengan panggilan telpon, yang sinyalnya timbul dan tenggelam.
Postingan Irfan dibuat pada Jumat (12/10/2017). Hingga berita ini ditulis, Minggu (15/10/2017), postingan itu telah dibagikan 2.380 kali, disukai 7.076 orang dan lebih dari 4.000 komentar telah terlontar.
Begini postingan Irfan.
"KEPADA YTH,
BAPAK KOMPOL ABDULMUBIN SIAGIAN
beberapa hari ini komentar bapak sangat VIRAL di FB tetang pernyataan bapak bahwa TNI diperbatasan indonesia kerjanya hanya makan dan tidur..
Jujur saya sangat kecewa dengan pernyataan itu.. Hati saya sangat sakit membaca komentar bapak.. Seandainya bukan krn lorengku.. Sudah ku teteskan air mata ini krn komentar bapak yg terasa perih bagi saya..
Saya adalah salah satu prajurit yg pernah diberi kepercayaan oleh negara untuk menjaga perbatasan RI - Papua New Guinea antara tahun 2014 s.d. 2015...
11 bulan bukan waktu yang singkat utk hidup diperbatasan pak..
Kami rela meninggalkan satuan tercinta kami demi tugas yg mulia ini..
Meninggalakan keluarga kami..
Meninggalkan kehidupan modern ditengah kota ,menuju hutan belantara dan perkebunan kelapa sawit di perbatasan papua..
Saya masih sedikit beruntung krn Pos penjagaan saya masih dekat dengan pemukiman warga dibanding rekan rekan saya yg lain yg ditempatkan di pos tanpa pemukiman hanya babi hutan dan burung kasuari yang lalu lalang di sekitar mereka..
Disana kami tdk bisa sebebas dikota menggunakan listrik dan air bersih..
Listrik sangat terbatas pak.. Air bersih pun demikian..
Kami tidak bisa bebas memilih makanan disana pak.. Apa yg tersedia didapur dan dikebun itulah yg kami masak.. Bahkan kami sering makan Ransum yg rasanya sudah sangat ennek dileher..
Sekali lagi pernyataan bapak bahwa TNI diperbatasan kerjanya hanya makan tidur sungguh membuat luka dihati kami..
Kami disana memang butuh makan pak.. Butuh tidur juga tp itu bukan kerjaan kami pak..
Kami tak bisa makan seenak yg bapak makan.. Dan tidak bisa tidur sepulas tidur bapak..
Disana kami bukan sekedar menjaga perbatasan dari para pelintas batas dari negara tetangga.. Tp kami masuk ke sekolah sekolah utk mengajar menggantikan peran Guru yang kekurangan disana..
Kami masuk kedesa desa terpencil yg jauh dari jangkauan pemerintah untuk memberikan pengobatan gratis menggantikan peran Dokter yang hampir tidak ada didaerah sana.
Kami ikut andil melakukan pembangunan disana pak..
Kami merangkul masyarakat disana dan menanamkan rasa nasionalisme kecintaan terhadap indonesia..
Kami yg mensweeping miras miras ilegas diperbatasan..
Kami yg turun kemasyarakat berbagi dan sharing tentang cara bercocok taman yang baik dan benar agar dapat meningkatkan taraf hidup mereka yg diperbatasan utk lebih baik..
Dan rekan rekan saya kadang keluar masuk hutan selama berhari hari atau bahkan berminggu minggu dengan bekal yg terbatas dan seadanya hanya utk mencari dan mengamankan Patok Batas dan memastikan patok tsb tidak bergeser..