Lipsus Angka Pengangguran di Yogya

Lulusan di DIY Berlebih dan Tak Sebanding dengan Ketersediaan Lowongan Kerja

Penulis: dnh
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Seorang pencari kerja, Didi, mengatakan bahwa persaingan mencari pekerjaan di DIY cenderung tinggi.

Saat berbincang dengan Tribun beberapa waktu lalu, ia mengatakan banyaknya saingan dan minimnya lowongan membuat ia harus memutar otak untuk mendapatkan pekerjaan.

"Saya akhirnya mencari dan melamar di luar Yogya saja. Meskipun tinggal dan hidup di Yogya itu menyenangkan dan yang saya harapkan," ujar lulusan kesehatan dari salah satu kampus swasta di Yogyakarta belum lama ini.

Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Wuryadi, mengatakan bahwa saat ini ada kecenderungan ada kelebihan lulusan untuk bidang-bidang tertentu baik di tingkat SMA/ SMK dan universitas.

Hal ini yang akhirnya membuat banyak lulusan tidak bisa terserap lapangan kerja karena terlalu banyak dan hal tersebut berdasarkan data yang ada.

Sementara di sisi lain, ada bidang-bidang tertentu yang justru masih membutuhkan banyak pekerja. "Jadi kalau saya melihat dari masalah pengangguran, kebutuhan harus dirinci, lalu penyelenggara pendidikan menghadirkan program apa?," ujarnya saat ditemui di FMIPA UNY, Kamis (27/10) kemarin.

"Kalau itu tidak match, pendidikan hanya menghasilkan atau memproduksi yang tidak terserap. Yang saya kira sudah sejak tahun 2000 an kita menyatakan itu. Bahwa seluruh lembaga pendidikan melakukan orientasi kembali mengenai program yang diselenggarakan, karena ini harus sesuai dengan orientasi lapangan kerja," terangnya.

Ada kecenderungan beberapa bidang-bidang tertentu yang menjadi primadona pilihan calon mahasiswa, seperti bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan seperti kedokteran. Sementara bidang-bidang lain semakin sedikit peminatnya karena ada anggapan tidak memberikan prospek kedepan yang cerah.

Kecenderungan ini membuat lulusan akan didominasi bidang tertentu.

Menurutnya perlu ada informasi tentang informasi kondisi dunia kerja saat ini yang realistis, terlebih dunia kerja cenderung dinamis. Sehingga dapat diketahui bidang-bidang mana saja yang masih membutuhkan dan bidang mana yang sudah tidak sebanding antara jumlah lulusan dan kebutuhannya. Terlebih saat ini perkembangan teknologi komunikasi bisa membantu hal tersebut.

Pembukaan jurusan atau program studi baru menurut Prof Wuryadi juga perlu untuk ditinjau ulang, terutama pendidikan swasta.

"Pendidikan swasta itu juga harus tepo-tepo (melihat apa yang dibutuhkan), tidak hanya sekedar membuka prodi. Bukan hanya saya membutuhkan apa, dia kan hanya membutuhkan mahasiswa untuk apa, finansial, tetapi dia juga harus melihat yang didik itu harus bernasib baik atau tidak. Rupa-rupanya swasta banyak yang mengembangkan bisnis dan ini (jurusan misalnya) karena lebih murah dan lebih mudah," ujarnya yang melihat hal tersebut masih menjadi kecenderungan saat ini.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki perguruan tinggi baik negeri dan swasta. Melihat jumlah yang ada, perguruan tinggi swasta mendominasi. Data dari Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V Yogyakarta saat ini ada 104 perguruan tinggi yang aktif. Sementara itu ada lima perguruan tinggi negeri yang juga memiliki ribuan mahasiswa.

109 perguruan tinggi tersebut pun aktif menelurkan ribuan wisudawan setiap tahunnya. Koordinator Kopertis Wilayah V Yogyakarta Dr. Ir. Bambang Supriyadi mengatakan pada 2013 lalu ada 29.974 lulusan, sementara pada 2014 ada 25.413 lulusan.

"Untuk tahun 2015 sekitar 30 ribu," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Halaman
12

Berita Terkini