Cerita Buruh Jahit di Pekalongan Didatangi Petugas Pajak Karena Punya Catatan Transaksi Rp 2,8 M

NIK buruh asal Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, bernama Ismanto (32) disalahgunakan untuk pembelian kain senilai Rp 2,8 miliar.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JATENG/INDRA DWI PURNOMO
TAGIHAN PAJAK - Ismanto (32) dan Ulfa (27) buruh jahit harian lepas di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan memperlihatkan surat dari petugas pajak mengenai pajak Rp2,8 miliar, Jumat (8/8/2025). Ismanto kaget mendapatkan surat tersebut dan merasa tidak pernah melakukan transaksi sebesar tersebut. 

TRIBUNJOGJA.COM, PEKALONGAN - Kasus penyalahgunaan nomor induk kependudukan (NIK) terus terjadi.

Kali ini NIK seorang buruh asal Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, bernama Ismanto (32) disalahgunakan untuk pembelian kain senilai Rp 2,8 miliar.

Hal itu diketahui setelah petugas pajak dari KPP Pratama Pekalongan datang ke rumahnya untuk klarifikasi.

Petugas datang ke rumah Ismanto pada Rabu (6/8/2025) kemarin.

Ismanto pun kaget bukan kepalang.

Sebab, sehari-hari dirinya hanya bekerja sebagai buruh jahit harian lepas bersama istrinya, Ulfa (27).

Dalam surat yang dibawa oleh petugas pajak kee rumahnya, tertulis Ismanto dikenakan pajak miliaran rupiah sebab melakukan transaksi beli kain berjumlah besar.

"Saya kaget, karena saya cuma buruh jahit lepas. Tidak pernah punya usaha besar, apalagi sampai transaksi beli kain dalam jumlah besar seperti itu," jelas Ismanto, Jumat (8/8/2025), dilansir dari Tribunnews.com.

Buntut kedatangan petugas pajak ke rumahnya itu, Ismanto menjadi stret.

Sejak ada petugas pajak datang ke rumahnya, dia lebih sering mengurung diri di kamar.

Meski demikian, Ismanto mengaku petugas pajak maklum kepadanya dan turut merasa heran.

Sebab, Ismanto hanya buruh jahit harian lepas dan tinggal di rumah sederhana.

Sebagai informasi, rumah Ismanto berada di ujung gang sempit selebar satu meter dan berdampingan dengan kebun bambu.

Rumah Ismanto jauh dari kesan mewah.

"Petugas pajaknya maklum, mereka juga heran. Kok rumah saya yang seperti ini bisa kena tagihan pajak miliaran rupiah," kata Ismanto.

Setelah menerima tagihan itu, Ismanto lantas mendatangi KPP Pratama Pekalongan untuk melakukan klarifikasi.

Ia menegaskan tak pernah melakukan transaksi pembelian kain dalam jumlah besar.

Ismanto pun berharap tagihan bernilai fantastis itu bisa dibatalkan.

"Saya berharap identitasnya tidak lagi disalahgunakan dan tagihan yang tidak masuk akal itu bisa dibatalkan."

"Alhamdulillah, saya sudah klarifikasi ke kantor pajak dan nama saya disalahgunakan," pungkasnya.

Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji Naik ke Penyidikan, Gus Yaqut Bakal Dipanggil Lagi oleh KPK

Sementara itu Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan, Subandi menyebut kedatangan petugas pajak ke rumah Ismanto bukan untuk melakukan penagihan.

Melainkan untuk meminta klarifikasi soal data transaksi yang tercatat dalam sistem administrasi pajak.

Ia juga membantah soal tagihan pajak yang bernilai Rp2,8 miliar.

Subandi menyebut nominal itu bukan tagihan pajak, melainkan nilai transaksi.

"Memang benar surat tersebut resmi dari KPP Pratama, dan petugas datang sesuai SOP. Maksud kami hanya untuk mengonfirmasi, bukan menagih."

"Dalam data administrasi kami, terdapat transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp2,8 miliar. Itu nilai transaksinya, bukan pajaknya," jelas Subandi, Jumat, masih dari TribunJateng.com.

Lebih lanjut, Subandi mengatakan, berdasarkan data Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak tahun 2021, Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto digunakan dalam transaksi dengan sebuah perusahaan.

Atas hal itulah, petugas KPP Pratama Pekalongan melakukan verifikasi langsung terhadap Ismanto.

"Kedatangan kami ke rumah wajib pajak hanya untuk mencari kejelasan. Apakah benar wajib pajak yang melakukan transaksi tersebut?"

"Bisa jadi NIK-nya dipinjam. Kami ingin tahu kebenarannya," tutur dia.

Subandi pun mengakui, kejadian yang menimpa Ismanto, bukan kali pertama di Pekalongan.

Ia menyebut banyak kasus serupa terjadi, di mana NIK masyarakat digunakan tanpa sepengetahuan mereka.

"Di Pekalongan, kejadian seperti ini bukan kali pertama. Banyak kasus serupa di mana nama dan NIK masyarakat digunakan tanpa sepengetahuan mereka," lanjut Subandi.

Artikel ini sudah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved