Mafia Tanah di Sleman
Putri Korban Dugaan Mafia Tanah di Sleman Berharap Perlindungan Hukum dari Presiden
Di tengah usaha kerasnya membela hak orangtuanya itu, Sri Panuntun justru ditetapkan sebagai tersangka.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sri Panuntun, putri pertama sepasang lansia yang menjadi korban dugaan Mafia Tanah di Sleman berharap mendapat perlindungan hukum dari Presiden.
Ia berusaha mempertahankan tanah hak milik orangtuanya, Mbah Sumirah dan Almarhum Budi Harjo, yang hilang diduga ulah Mafia Tanah
Di tengah usaha kerasnya membela hak orangtuanya itu, Sri Panuntun justru ditetapkan sebagai tersangka.
Ia ditetapkan sebagai tersangka karena dilaporkan ke Polda DIY oleh ST seorang dari Jakarta yang mengaku sudah membeli tanah tersebut.
Baca juga: Lansia Buta Huruf di Sleman Kehilangan Sawah, Diduga Korban Mafia Tanah
Sri Panuntun pun berharap mendapat perlindungan hukum dari Presiden, karena merasa perlakuan yang ia terima jelas tidak adil.
Perempuan itu menceritakan, orangtuanya yang sudah lansia telah kehilangan sawah yang bertahun-tahun menjadi lahan garapan penopang ekonomi keluarga.
Tanah berusa sawah seluas 810 meter persegi di Gondangan Dusun Ringinsari, Maguwoharjo dipasang tanda larangan oleh orang yang mengaku sebagai pemilik sah.
Padahal tanah peninggalan almarhum suaminya itu, menurutnya, tidak pernah dijual.
Awal mula
Kejadian ini diduga melibatkan praktik Mafia Tanah. Mbah Sumirah dan almarhum suaminya, Budi Harjo, merupakan lansia buta huruf. Tidak bisa membaca dan menulis.
Petakanya dimulai tahun 2014, mereka diminta cap jempol yang diduga disalahgunakan untuk dijadikan proses Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang tidak dikehendaki.
Sri Panuntun bercerita, kronologi awal bermula tahun 2014, ada seseorang bernama YK, yang sering datang ke sawah orangtuanya.
YK mendekati para petani agar mau menjual sawahnya. Termasuk mendekati Budi Harjo.
Namun, Budi Harjo bersikeras tidak mau menjual sawah karena ingin diwariskan kepada anaknya.
Usaha membeli gagal, YK kembali datang merayu dengan menawarkan tukar guling. Sawah diganti sawah.
"Kebetulan tetangga ada yang sawahnya mau dijual. Terus YK menawarkan gimana kalau sawahnya tukar guling dengan sawah tetangga. Kebetulan tanah tetangga kami, posisinya lebih strategis. Otomatis Pak Budi, orangtua saya, merasa enak dan menerima tawaran tukar guling itu," kata Panuntun, jumat (20/6/2025).
Saat itu, bukti kepemilikan sawah yang dipegang Budi Harjo masih letter C. Dalam proses tukar guling itu, YK menyanggupi yang akan mengurus berkas dokumen sampai sertifikatnya jadi.
Selain tanah pengganti lebih strategis, pengurusan sertifikat juga menjadi salah satu alasan mengapa Budi Harjo menerima tawaran itu.
Bulan september tahun 2015, Budi Harjo meninggal dunia. YK datang melayat bahkan ikut tahlilan.
Saat ditanya tentang proses pengurusan sertifikat, YK selalu berdalih masih dalam proses. Ia juga meminta surat kematian kepada pihak keluarga yang katanya untuk syarat pembaharuan berkas.
"Surat kematian kami kasih. Tetapi setelah itu, kami kehilangan kontak dengan dia. Kami WA, tidak bisa tersambung," ujar dia.
Sejak 2015 hingga 2019 tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi.
Sri Panuntun bersama keluarga beranggapan proses pengurusan sertifikat tanah tidak berlanjut.
Ia dan keluarga akhirnya datang sendiri ke BPN Sleman mengajukan berkas permohonan mengurus sertifikat sawah sekaligus rumah.
Berkas pengurusan sertifikat rumah diterima. Tetapi yang sawah ditolak karena BPN telah mengeluarkan sertifikat untuk sawah tersebut atas nama Budi Harjo.
Tetapi tidak ada penjelasan, siapa yang mengurus dan mengambil sertifikat tersebut.
Sri Panuntun lalu mencari keberadaan YK, seseorang yang sempat menjanjikan tukar guling dan mengurus sertifikat.
Setelah pencarian panjang, Ia mendapatkan nomor handphone YK dan menghubunginya untuk meminta bertemu. Tetapi YK tidak pernah datang dalam agenda pertemuan.
"Habis itu kami kehilangan kontak lagi. Kami berusaha mencari sertifikat orangtua kami di rumah YK, tapi tidak menemukan. Katanya dia punya usaha di Monjali, kami datangi tidak ada. Kami cari juga ke Kolombo. Akhirnya kita buntu, dan kita berkeluh kesah ke BPN," ujar dia.
Saat itu, Sri Panuntun disarankan mengurus sertifikat pengganti. Syaratnya membuat laporan kehilangan di Kepolisian.
Setelah syaratnya terpenuhi, berkas diproses di BPN dengan pengambilan sumpah. Diterbitkan juga di koran. Jika dalam waktu satu bulan, tidak ada komplain dari pihak manapun maka sertifikat duplikat resmi menjadi milik keluarga Sri Panuntun. Saat itu tidak ada komplain.
"Selang 8 bulan kemudian, tiba-tiba saya dapat panggilan mediasi dari BPN dari seseorang yang melaporkan kami. Mereka bilangnya sudah membeli tanah orangtua kami. Uangnya katanya ditransfer, saya mengelak karena orangtua kami orang kampung, tidak punya rekening. Mediasi di BPN tidak ada titik temu," urainya.
Jadi Tersangka
Setelah pertemuan buntu di BPN, Sri Panuntun dilaporkan ke Polda DIY oleh ST seseorang dari Jakarta yang mengaku sudah membeli tanah tersebut.
Sri Panuntun dilaporkan atas tuduhan sumpah palsu dan pemalsuan dokumen. Bahkan hanya beberapa bulan setelah laporan itu, Sri Panuntun yang membela hak orangtuanya, justru ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami orang awam soal hukum, karena hanya seorang ibu rumah tangga, yang tidak tahu sama sekali tentang hukum. Kami hanya membela hak orang tua. (Status tersangka) itu tidak adil bagi kami. Kepada Bapak Presiden, Bapak Kapolda, Bapak Kapolri, kami mohon perlindungan hukum," kata Sri Panuntun, terisak.
Sawah milik keluarga Sri Panuntun kini tidak lagi bisa digarap. Karena ada papan larangan dari seseorang yang mengaku telah membeli sawah tersebut senilai Rp 2,3 miliar.
Tim penasihat hukum
Tim Penasehat Hukum Sri Panuntun, Chrisna Harimurti menyampaikan pihaknya saat ini konsen melakukan pendampingan hukum atas status penetapan tersangka kliennya.
Ia mendukung Polda DIY karena dalam proses penyidikan yang kini ditekankan adalah terkait dengan uang. Sebab berdasarkan keterangan ST, pihak yang mengaku membeli sawah itu, rela membayar lima kali secara bertahap kepada YK yang diduga seorang makelar tanah.
"Pertanyaan besarnya, apakah YK memberikan uang kepada Budi Harjo ataupun ahli warisnya?. Mana kuitansinya, mana bukti transfernya, atau setidaknya mana fotonya,?" tanya Chrisna.
"Kami juga menyarankan kepada klien kami, kalau menerima uang sepeserpun kami akan mempertanggungjawabkan. Tapi kalau tidak menerima uang, bagaimana?," imbuh dia.
Ia berharap dalam proses hukum di Polda DIY, penyidik yang baru menangani kasus ini melakukan gelar perkara khusus. Dicek semua bukti dan keterangan saksi yang pernah di BAP. Jika memang tidak ditemukan unsur maka bisa diterbitkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3).
Di sisi lain, Sri Panuntun juga melaporkan balik dugaan penipuan dan penggelapan terkait pembelian tanah milik orangtuanya tersebut.
Sebab yang katanya pembayaran ditransfer tapi tidk pernah ada bukti tranfer, bukti kwitansi maupun bukti foto dokumentasi penyerahan uang.
"Keganjilan ini kami harapkan laporan kami dapat diproses secara hukum. Ini fakta, ini riil bahwa uang yang katanya Rp 2,3 miliar itu tidak pernah diterima sama sekali. Itu yang kami Terima dari klien kami," ucapnya.
Perdata
Proses hukum keperdataan juga akan ditempuh. Pasalnya Sri Panuntun sudah terlanjur mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Sleman dan tidak diterima. Justru yang dikabulkan adalah gugatan rekonvensi dari penggugat.
Rekonvensi yang menyatakan sah jual belinya padahal almarhum Mbah Budi Harjo merupakan lansia buta huruf.
"Jika kami menemukan bukti baru kami akan mengajukan PK (Peninjauan Kembali) supaya perdata diurus dengan maksimal dan pidananya terang benderang," kata Chrisna.
Tanggapan Polda DIY
Sementara itu, Kabidhumas Polda DIY Kombes Pol Ihsan mengatakan kasus dugaan pidana sumpah palsu terkait sertifikat tanah di Maguwoharjo Kabupaten Sleman merupakan kasus lama.
Baca juga: Penjelasan Polisi Soal Anak Korban Mafia Tanah di Maguwoharjo Sleman Jadi Tersangka
Perkara tersebut terjadi tanggal 21 Mei 2021 dan dilaporkan tanggal 14 Desember 2022. Terkait laporan tersebut Polda DIY telah melakukan serangkaian proses hukum.
"Saat ini masih terus berproses," katanya.
Kombes Pol Ihsan pada Jumat (21/6/2025) memberikan penjelasan lanjut terkait perkara tersebut.
Menurut dia, laporannya terkait tindak pidana melakukan perbuatan sumpah palsu atau keterangan palsu atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta outentik.
Hal ini sebagaimana dimaksud pasal 242 ayat (1) KUHP atau 266 ayat 1 KUHP.
"Kejadian (dugaan) pemalsuan tersebut terjadi pada 21 Mei 2021. Kemudian dilaporkan 14 Desember 2022. Jadi sudah tiga tahun yang lalu," kata Ihsan.
Terkait laporan tersebut, penyidik Polda DIY telah melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Menurut Ihsan, pada tanggal 26 Januari 2023, penyidik Direktorat Reskrimum telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan.
Hal ini berarti perkara tersebut dalam tahap penyidikan.
Selanjutnya, penyidik juga telah mengirimkan berkas perkara ini, atas nama tersangka SP, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY pada 16 Agustus 2023.
Setelah berkas dikirim, Jaksa memberikan petunjuk atau P19 pada 30 Agustus 2023. Ini artinya berkas masih harus dilengkapi.
Petunjuk ini meminta pemeriksaan perkara ditangguhkan sampai gugatan perdata selesai.
Mengingat, seiring proses pidana juga berlangsung proses gugatan perdata di Pengadilan Sleman sehingga jaksa memberikan petunjuk kepada penyidik agar pemeriksaan ditangguhkan dahulu.
"Sampai selesainya gugatan perdata," kata dia.
Setelah gugatan banding secara perdata selesai, penyidik Polda DIY kembali mengirimkan berkas ke Kejaksaan pada 1 Oktober 2024.
Setelah berkas dikirim, Kejati DIY kembali mengirimkan P19 pada tanggal 17 Oktober 2024 karena masih ada gugatan perdata di tingkat Kasasi. Artinya proses perdata belum selesai.
Setelah gugatan Kasasi selesai, penyidik kembali mengirimkan berkas tersebut pada 10 maret 2025.
Lagi-lagi Kejati DIY kembali mengirimkan P19 pada tanggal 21 Maret dengan petunjuk agar penyidik melengkapi formil dan materil.
"Saat ini petunjuk tersebut masih dilengkapi oleh penyidik untuk selanjutnya akan segera dikirimkan kembali kepada Kejati DIY. Jadi saat ini masih terus berproses," kata dia.(rif)
Lansia Buta Huruf di Sleman Kehilangan Sawah, Diduga Korban Mafia Tanah |
![]() |
---|
BARU TERUNGKAP! Ternyata Blokir Sertifikat Tanah Sengketa oleh BPN Hanya Berlaku 30 Hari |
![]() |
---|
Guru Honorer Korban Mafia Tanah Wadul ke Bupati Sleman, Cerita Takut Diusir dari Rumah |
![]() |
---|
FAKTA-FAKTA Perjuangan Hedi Nudiman Melawan Mafia Tanah di Sleman: Dipermainkan, Batin Terkuras |
![]() |
---|
Guru Honorer di Sleman Jadi Korban Dugaan Mafia Tanah, Menangis 12 Tahun Berjuang Minta Keadilan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.