Parkir ABA Malioboro Dibongkar
Demi Maksimalkan RTH, Pemerintah DIY Relokasi Parkir ABA Tak Jauh dari Kawasan Malioboro
Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk memaksimalkan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Malioboro.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) resmi memulai proses relokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) ke kawasan premium Kotabaru.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk memaksimalkan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Malioboro.
Relokasi ini dilakukan seiring dengan berakhirnya masa kontrak pemanfaatan lahan ABA pada 13 Mei 2025.
Kepala Dinas Perhubungan DIY, Chrestina Erni Widyastuti, menjelaskan bahwa relokasi TKP ABA merupakan bagian dari upaya penataan ulang fungsi kawasan dan pengalihan infrastruktur parkir ke lokasi yang lebih sesuai dengan rencana pengembangan kota.
“Sebagai tahapan awal, kami telah melakukan pemagaran area ABA pada 19 Mei 2025. Penutupan ini juga menjadi bentuk pemberitahuan kepada para juru parkir (jukir) dan pedagang kaki lima (PKL) untuk bersiap pindah ke lokasi baru yang telah disiapkan di Kotabaru, tidak jauh dari jalan Malioboro atau dari lokasi parkir ABA semula,” ujar Erni.
Lokasi baru yang menjadi tujuan relokasi adalah eks Menara Kopi, terletak di sebelah selatan SD Kanisius Kotabaru.
Kawasan ini termasuk sirip Malioboro dan berdiri di atas tanah SG (Sultan Ground).
Penyiapan lokasi ini melibatkan kerja sama antara Pemda DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, dan Kawedanan Panitikismo Keraton Yogyakarta.
Area ini mampu menampung sekitar 120 unit kendaraan roda dua dan 63 kendaraan roda empat, serta disiapkan untuk menampung lebih dari 150 PKL.
Lahan seluas ±4.000 meter persegi tersebut disewa oleh Pemda DIY melalui Dishub DIY mulai Juni 2025 hingga Desember 2026, dengan luas bangunan mencapai ±2.300 meter persegi.
Selama masa sewa, seluruh jukir dan PKL yang terdampak dibebaskan dari kewajiban membayar sewa tempat.
“Kami telah menyiapkan fasilitas memadai di lokasi baru ini, yang letaknya tidak jauh dari lokasi ABA sebelumnya. Diharapkan, relokasi ini tidak mengganggu aktivitas para pelaku usaha maupun pengunjung karena tidak jauh dari Malioboro,” imbuh Erni.
Material bangunan dari lokasi parkir ABA akan didaur ulang dan digunakan kembali untuk pembangunan fasilitas parkir baru di kawasan Ketandan.
Fasilitas parkir tersebut dijadwalkan mulai beroperasi pada Januari 2026, dengan kapasitas sekitar 535 kendaraan roda dua dan 87 kendaraan roda empat.
Proyek ini mengalami penyesuaian dari target awal Desember 2025.
Pascapembongkaran fasilitas parkir ABA, lahan bekas parkir tersebut akan dikembangkan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY.
Pengembangan RTH ini merupakan bentuk komitmen Pemda DIY dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan, penguatan nilai budaya, dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
RTH yang akan dibangun mencakup tiga zona utama: zona publik, sosial, dan alam, dengan tutupan hijau mencapai sekitar 55 persen dan kapasitas pengunjung hingga 1.000 orang.
Lahan seluas ±7.000 meter persegi ini masih dalam proses pengukuran ulang oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) DIY bersama pihak Keraton Yogyakarta.
RTH tersebut akan ditanami pohon-pohon endemik yang memiliki nilai filosofis dan simbolis bagi masyarakat Yogyakarta.
Pengembangan kawasan RTH ini juga mendukung keberadaan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
RTH akan difungsikan sebagai ruang interaksi, edukasi, rekreasi, serta pelestarian lingkungan dan budaya.
Detail Engineering Design (DED) untuk pembangunan RTH akan mulai disusun pada tahun ini dengan menggunakan Dana Keistimewaan (Danais).
Pelaksanaan pembangunan RTH akan menyesuaikan dengan penyelesaian DED, dan diperkirakan berlangsung pada akhir 2025 atau 2026.
“Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta terus berkomitmen untuk mendampingi seluruh pihak yang terdampak relokasi selama masa transisi. Harapannya, langkah ini dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat,” tandas Erni.
Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, total persentase RTH di Kota Yogyakarta pada tahun 2024 baru mencapai sekitar 23,351 persen.
Angka tersebut terdiri atas 8,063 persen RTH publik dan 15,288 persen RTH privat.
Persentase ini masih berada di bawah standar ideal yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyebutkan bahwa wilayah perkotaan seharusnya memiliki minimal 30 persen RTH, terdiri atas 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Saat ini, terdapat 64 RTH publik permukiman yang dikelola oleh DLH Kota Yogyakarta. Selain itu, DLH juga mengelola taman-taman pinggir jalan serta pepohonan perindang dengan luas sekitar 76,7 hektare.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.