Berawal dari Protes Warga soal Sampah, TPA BLE Banyumas Kini Bermanfaat bagi Masyarakat dan Daerah

Ddiperlukan proses yang cukup panjang sampai akhirnya sistem pengolahan sampah di TPA BLE bisa terbentuk.

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
OLAH SAMPAH: Proses pengolahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE) Banyumas, Rabu (21/05/2025) lalu 

TRIBUNJOGJA.COM, BANYUMAS - Tempat Pemrosesan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE) Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) kini menjadi sorotan daerah lainnya. Sebab TPA ini mampu mengolah sampah dari masyarakat menjadi barang bermanfaat bagi masyarakat, bahkan mendatangkan keuntungan bagi daerah.

Padahal, diperlukan proses yang cukup panjang sampai akhirnya sistem pengolahan sampah di TPA BLE bisa terbentuk. Hal itu diungkapkan oleh Staf TPA BLE Banyumas, Wasi Jatmiko.

"Pendirian TPA BLE ini awalnya dari protes warga terhadap pengelolaan sampah di TPA sebelumnya," jelas Jatmiko ditemui pada Rabu (21/05/2025).

Kabupaten Banyumas sebelumnya memiliki 2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yaitu TPA Kaliori dan TPA Gunung Tugel. Sampah yang ada di sana hanya ditumpuk tanpa diolah sehingga membuat warga sekitar menjadi kurang nyaman.

Menurut Jatmiko, protes dari warga tersebut membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas memutuskan untuk membangun TPA baru. Namun di TPA baru ini semua sampah harus bisa diolah tanpa meninggalkan banyak residu.

Beruntung, Pemkab Banyumas memiliki lahan seluas 3,5 hektare (ha) di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor. Lahan itulah yang kemudian dimanfaatkan untuk membangun TPA baru yang kini menjadi TPA BLE.

Jatmiko mengungkapkan Pemkab Banyumas harus melakukan pendekatan intensif ke warga sekitar agar diperbolehkan membangun TPA di sana. Kesepakatan akhirnya tercapai, di mana warga dijanjikan mendapat pekerjaan di TPA BLE.

"Kebetulan lokasinya juga cukup jauh dari permukiman warga, sehingga ideal untuk membangun TPA BLE ini," ujarnya.

Pembangunan TPA BLE akhirnya selesai di 2020 silam dan langsung dioperasikan tahun itu juga. Jatmiko mengatakan sampah yang masuk ke TPA BLE datang dari masyarakat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Sampah kemudian diolah dalam berbagai tahapan, seperti pemilahan berdasarkan jenisnya, pencacahan, hingga pembakaran sisa sampah yang tidak bisa diolah lagi. Sampah hasil olahan pun bisa dimanfaatkan lagi.

Pemanfaatannya seperti menjadi bahan untuk pembuatan paving block dan batako. Hasil pembakaran sampah yang menjadi abu pun bisa dimanfaatkan untuk bahan pembuatan jalan hingga sebagai media tanam.

"Kami juga menjalin kerjasama dengan perusahaan milik daerah yang mengambil hasil olahan sampah menjadi bahan bangunan," ungkap Jatmiko.

Lewat sistem seperti itulah, TPA BLE bisa menekan tumpukan sampah secara maksimal. Kehidupan masyarakat pun menjadi nyaman karena tidak lagi merasakan aroma sampah menyengat serta keberadaan tumpukannya.

Tak hanya itu, masyarakat juga menikmati hasil tambahan sebagai pegawai TPA BLE dan petugas pemilah sampah. Pemkab Banyumas turut mendapatkan hasilnya dalam bentuk kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Kontribusinya ke PAD Banyumas sekitar Rp 50 juta per bulan," kata Jatmiko.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved