Pasrah Direlokasi Menuju Lahan Eks Menara Coffee Kotabaru, Ini Harapan Warga TKP ABA

Sisa waktu yang ada, sebelum TKP ABA benar-benar dibongkar total, sangat berarti untuk mengais sedikit pundi-pundi tersisa.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
TENGGAT WAKTU: Suasana aktivitas di kawasan Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali, Yogyakarta, Rabu (14/5/2025). Hingga kini, rencana relokasi TKP ABA belum menemui kejelasan. Masa kontrak pengelolaan telah berakhir pada 13 Mei 2025 dan sebelumnya telah diperpanjang tiga kali, namun belum ada kepastian terkait kelanjutan kontrak maupun penempatan baru para juru parkir. 

TRIBUNJOGJA.COM - Warga Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) pasrah menerima nasib direlokasi menuju lahan eks Menara Coffee Kotabaru.

Sebagai informasi, aktivitas jukir dan pedagang di kantong parkir terbesar di kawasan Malioboro tersebut harus dihentikan per Selasa (13/5/25) lalu, karena akan dilakukan proses penataan.

Meski demikian, perwakilan warga TKP ABA, Doni Rulianto, berharap, pemerintah memberikan toleransi bagi warganya untuk beraktivitas di TKP ABA sembari menanti kesiapan tempat baru.

Baca juga: Temui Warga TKP ABA Jelang Relokasi, Wali Kota Yogya Hasto Wardoyo Tak Kuasa Menahan Tangis

Menurutnya, sisa waktu yang ada, sebelum TKP ABA benar-benar dibongkar total, sangat berarti untuk mengais sedikit pundi-pundi tersisa.

"Harapannya, kami bisa mencari nafkah di sini dulu, idep-idep buat sangu sebelum pindah ke tempat baru," tandasnya, selepas pertemuan dengan Wali Kota Yogya dan jajaran, Kamis (15/5/25).

"Bismillah, mudah-mudahan kalau tempat baru sudah jadi, nanti ditata bareng-bareng. Semoga saja, sambil berjalannya waktu, dari pemerintah kota dan provinsi ada solusi lagi," tambah Doni.

Kemudian, pihaknya juga berharap, lahan eks Menara Coffee hanya menjadi lokasi sementara sebelum dipindahkan lagi menuju kantong parkir di Giwangan yang diyakini lebih representatif.

Ia pun merinci, TKP ABA menghimpun 72 jukir di lantai atas, 23 jukir dan tim lapangan di lantai bawah, meliputi tenaga kebersihan dan tolilet, serta 240 pedagang.

"Kami ingin ke depan pedagang dan jukir bisa ditata di Giwangan. Tapi, ketika itu terealisasi, harus ada aturan-aturan, misalnya Giwangan jadi pusat bus pariwisata, lalu aturan bus pariwisata tidak boleh masuk kota," pungkasnya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved