Kisah Perajin Kulit di Jogja Bertahan di Tengah Gejolak: Punya Strategi Digital agar Tembus Pasar

Di situlah, Agus Dwiyanto (37), perajin kulit bermerek Walker Leather menambatkan harapan hidupnya.

|
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
BERTAHAN: Agus Dwiyanto (37) dan istri, pengrajin kulit Walker Leather menceritakan upaya bertahan di tengah gejolak saat merintis usahanya, Rabu (7/5/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Di ruang tamu sederhana di area Bantul, DI Yogyakarta, deru mesin jahit terdengar dan menyatu dengan aroma kulit alami. Tiga orang laki-laki, dengan teliti dan cekatan, merekatkan satu per satu hasil karya mereka berupa dompet dan tas.


Satu lainnya fokus menjahit pola-pola kulit yang sudah berbentuk untuk dijadikan suatu produk bernilai tinggi. Di situlah, Agus Dwiyanto (37), perajin kulit bermerek Walker Leather menambatkan harapan hidupnya.

“Dulu semuanya serba manual, dari produksi sampai promosi. Sekarang, secara bertahap, punya mesinnya,” kenangnya saat ditemui, Rabu (7/5/2025) siang.

Ketekunannya meniti asa Walker Leather pun mulai membuahkan hasil. Namanya mulai dikenal, baik sebagai pengrajin kulit, maupun pembuat merchandise unik.

Agus tidak menampik, titik balik usahanya mulai terasa di tahun 2018 ketika ia bergabung di marketplace e-commerce Shopee. Dia kemudian mampu memperluas cakrawala usahanya.

Awalnya, Agus mengandalkan penjualan konvensional, menyasar pembeli lokal lewat bazar atau promosi dari mulut ke mulut. Namun, dunia digital membuka peluang lebih luas tanpa menambah beban operasional signifikan.

Kini, banyak pembeli berasal dari Jakarta dan Bali yang memesan langsung produk Walker Leather langsung via marketplace. Agus pun tinggal mengirim pesanan dengan kurir.

“Dengan ikut kampanye rutin di marketplace Shopee, produk saya bisa dilihat ribuan orang. Itu yang bikin penjualan stabil,” ujarnya.

Lewati badai Covid-19

Stabilitas itu terbukti ketika pandemi COVID-19 melanda. Pandemi kala itu menjadi momok menakutkan masyarakat.

Bagaimana tidak, tanpa menunggu waktu, seisi dunia tetiba menjadi senyap. Usaha yang sedang dirintis, banyak tutup tiba-tiba.

Sementara, banyak toko fisik terseok-seok akibat turunnya pengunjung dan naiknya biaya operasional, toko daring Walker Leather justru tetap berdetak.

Baginya, digitalisasi adalah keniscayaan. Pameran atau promosi fisik yang memakan biaya besar kini digantikan dengan aktivitas daring yang lebih efisien.

“Kalau UMKM seperti kami tidak masuk ke platform online, seperti Shopee misalnya, akan tertinggal. Kami enggak punya modal besar untuk ikut pameran ke mana-mana,” tuturnya.

Strategi pemasarannya kini bertumpu pada dua pilar: media sosial untuk membangun kedekatan dengan konsumen, dan marketplace untuk transaksi aman dan efektif.

Setiap interaksi di Instagram atau TikTok diarahkan menuju etalase daring miliknya yang ada di Shopee. Sistem pembayaran yang transparan dan jaminan perlindungan konsumen turut menambah kepercayaan pembeli.

Kini, Agus mencatatkan lima hingga sepuluh pesanan per hari, baik dari pembeli ritel maupun pemesan khusus.

Desain bermotif

Keunikan produknya terletak pada desain bermotif yang tidak pasaran - dari pola geometris hingga ornamen tumbuhan. “Hampir semua produk kami bermotif. Bahkan konsumen bisa pesan desain sendiri,” jelasnya.


Motif menjadi identitas kuat bagi produk Walker Leather. Agus sempat mencoba menjual dompet dan tas polos tanpa ornamen, namun cepat menyadari bahwa pasar sudah penuh dengan produk serupa.

“Terlalu banyak yang polos, jadi enggak ada pembeda. Saya ingin produk saya punya ciri khas,” ujarnya.

Motif yang dicetak diatas kulit itu tidak sembarangan. Cetakannya berasal dari tinta elastis yang tidak mudah patah. Warna dan pola yang diberikan pun tidak pasaran, unik dan penuh gaya.

Harga dompet kulit dibanderol antara Rp180.000 hingga Rp300.000, sementara tas kulit berkisar antara Rp400.000 hingga Rp1 juta per unit.

Dengan empat pekerja, UMKM itu mampu menghasilkan hingga 200 item per bulan. Selain menjual produk untuk konsumen umum, Agus juga mengembangkan lini khusus untuk custom merchandise, menyasar pasar korporat dan lembaga. Ia bahkan menciptakan sub-label sendiri untuk segmen tersebut.

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved