Berita Kriminal

Reaksi Pemda DIY soal Dugaan Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM, Dorong Proses Hukum

Walaupun UGM sudah memberikan sanksi berupa pemecatan, tetap harus ada kontrol sosial melalui jalur hukum

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
nasional.kompas.com
KEKERASAN SEKSUAL: Ilustrasi kekerasan seksual. Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius menjelaskan kronologi dugaan kekerasan seksual guru besar Farmasi UGM. DP3AP2 DIY mendorong proses hukum terkait kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan guru besar di Fakultas Farmasi UGM.  

TRIBUNJOGJA.COM- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan belum menerima laporan resmi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan seorang guru besar di Fakultas Farmasi. 

Meskipun kasus ini telah ramai diperbincangkan di media sosial, belum ada aduan masuk ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) maupun kepolisian.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati Sumardi, Senin (14/4/2025).

“Sampai saat ini, kami belum mendapatkan laporan kronologis yang rinci dari pihak UGM. Belum ada aduan yang masuk ke UPT PPA terkait kasus ini. Kami sedang meminta laporan resmi dari Ibu Wakil Rektor dan Satgas PPKS UGM,” ujar Erlina.

Erlina menjelaskan, komunikasi telah dijalin dengan pihak kampus, namun koordinasi terkendala karena Ketua Satgas PPKS UGM, Prof. Yayi Suryo Prabandari kembali dari Norwegia.

Rapat bersama yang sebelumnya diagendakan pun tertunda dan baru dijadwalkan setelah 15 April.

“Kami sudah berkomunikasi dengan Ibu Warek, dan berencana kembali menghubungi beliau. Sampai sekarang belum ada pendampingan dari kami terhadap para korban karena belum ada laporan yang masuk, baik ke UPT PPA maupun ke kepolisian,” kata Erlina.

Menurut Erlina, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Satgas PPKS UGM telah melakukan pendampingan internal terhadap korban.

Namun, belum ada laporan resmi yang menjelaskan sejauh mana proses pendampingan tersebut berjalan.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), setiap kasus kekerasan seksual harus ditindaklanjuti melalui pelaporan dan pendampingan.

DP3AP2 DIY pun mendorong adanya koordinasi yang lebih baik antara pihak kampus dengan lembaga pemerintah.

“Dalam rapat koordinasi dengan PPKS di perguruan tinggi, kami selalu menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual tidak bisa ditangani sendiri. Ada hak-hak korban yang harus dipenuhi, termasuk keadilan dan perlindungan. Sayangnya, sering kali kasus-kasus ini ditangani internal tanpa pelibatan kami,” ujarnya.

Erlina belum dapat memastikan apakah korban bersedia menempuh jalur hukum. Namun, ia menegaskan pentingnya proses hukum demi memberikan efek jera kepada pelaku.

“Kalau tidak diproses hukum, bisa saja pelaku mengulangi perbuatannya terhadap korban lain. Walaupun UGM sudah memberikan sanksi berupa pemecatan, tetap harus ada kontrol sosial melalui jalur hukum,” tuturnya.

Dukungan Kementerian PPPA
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan korban kekerasan seksual di UGM mendapatkan pendampingan psikologis dan bantuan hukum dari UPTD PPA DIY serta Satgas PPKS UGM.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved