IHSG Anjlok, Ekonom UGM: Terjadi Aksi Panik Jual Saham, Investor Merasa Situasi Tidak Baik

Menurut Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), I Wayan Nuka Lantara, kondisi ini menunjukkan gejala yang tidak biasa

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Tribunjogja.com/Ardhike Indah
EKONOM UGM: Foto dok. ilustrasi. Pengamat Perbankan, Keuangan, dan Investasi sekaligus Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D. di Kampus FEB UGM, Senin (25/11/2024) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam dalam beberapa waktu terakhir. Pada Selasa (8/4/2025) lalu, IHSG anjlok 598,56 poin atau 9,19 persen ke posisi 5.912,06.

Anjloknya IHSG itu membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan pasar saham. Aturan ini berlaku jika IHSG mengalami penurunan ekstrem.

Apalagi, penghentian sementara itu terjadi dua kali dalam kurun waktu sebulan, yakni pada 18 Maret 2025 dan 8 April 2025.

Menurut Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), I Wayan Nuka Lantara, kondisi ini menunjukkan gejala yang tidak biasa dan mengingatkan pada krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008.

Wayan menyebutkan bahwa aksi jual saham yang masif menjadi penyebab utama penurunan IHSG. Penjualan saham itu dilakukan karena ada kekhawatiran investor bahwa harga saham akan mulai anjlok lebih dalam lagi.

“Aksi panik jual terjadi. Investor asing maupun domestik merasa situasi sudah tidak baik, sehingga langsung melepas saham. Ini indikasi kuat adanya persepsi negatif terhadap pasar,” jelasnya.

Situasi diperburuk oleh ketidakpastian global dan domestik. Ia menyoroti efek perang dagang antara AS dan Tiongkok yang kembali memunculkan sinyal negatif terhadap stabilitas ekonomi dunia.

“Setelah April, mulai terlihat dampak balas-membalas tarif. Konsumen jadi korban karena harga barang naik, rantai pasok terganggu,” katanya.

Namun demikian, Wayan mengapresiasi kebijakan perlindungan pasar yang dilakukan otoritas. Langkah seperti trading halt dinilai sebagai upaya penting menjaga kestabilan.

“Saat Lebaran kemarin, bursa sempat stabil karena libur. Tapi ketika dibuka langsung anjlok 9 persen, sehingga dilakukan trading halt 30 menit agar pelaku pasar bisa mencerna situasi. Itu langkah tepat,” ujarnya.

Menurutnya, mekanisme seperti auto-reject bawah dan trading halt harus terus diberlakukan untuk mengurangi potensi kepanikan yang lebih luas.

Lebih jauh, Nuka juga menyoroti nilai tukar Rupiah yang mendekati Rp17.000 per dolar AS sebagai sinyal tambahan bahwa kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Ia menekankan pemerintah perlu melakukan pembenahan aspek fundamental, termasuk memperjelas arah kebijakan pemerintahan baru yang hingga kini belum sepenuhnya dirasakan dampaknya oleh pelaku pasar.

“Kita memang sedang tidak dalam posisi yang kuat secara fundamental. Kemudian dihajar oleh situasi eksternal. Ketidakpastian kebijakan dan ekspektasi pasar yang belum jelas membuat kondisi semakin rentan. Ini perlu disikapi serius agar tidak berkembang menjadi krisis yang lebih dalam,” pungkasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved